Dia adalah bapak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Abdullah adalah anak Abdul Muththalib yang paling bagus dan paling dicintainya.
Abdullah inilah yang mendapat undian untuk disembelih dan dikorbankan sesuai
dengan nadzar Abdul Muththalib. Ringkasnya, tatkala anak-anaknya sudah
berjumlah sepuluh orang dan tahu bahwa ia tak lagi mempunyai anak, maka dia
memberitahukan nadzar yang pernah diucapkannya kepada anak-anaknya. Ternyata
mereka patuh. Kemudian dia menulis nama-nama mereka di anak panah untuk diundi,
lalu diserahkan ke patung Hubal. Setelah anak-anak panah itu dikocok, keluarlah
nama Abdullah. Maka Abdul Muththalib menuntun Abdullah sambil membawa parang,
berjalan menuju Ka’bah untuk menyembelih anaknya itu. Namun orang-orang Quraisy
mencegahnya, terutama paman-pamannya dari pihak ibu dari Bani Makhzum dan
saudaranya Abu Thalib.
“Kalau begitu apa yang harus kulakukan sehubungan nazarku
ini?” tanya Abdul Muththalib kebingungan.
Mereka mengusulkan untuk menemui seorang dukun perempuan.
Maka ia menemuinya. Sesampainya di tempat dukun itu, dia diperintah untuk
mengundi Abdullah dengan 10 ekor unta. Jika yang keluar nama Abdullah, maka dia
harus menambahi lagi dengan 10 ekor unta, hingga Tuhan ridha. Jika yang keluar
nama unta, maka unta-unta itulah yang disembelih. Maka dia keluar dari tempat
dukun wanita itu dan mengundi antara nama Abdullah dan 10 ekor unta.
Ternyata yang keluar adalah nama Abdullah, hingga jumlahnya
mencapai 100 ekor unta. Baru setelah itu undian yang keluar adalah nama unta.
Maka unta-unta itu pun disembelih, sebagai pengganti dari Abdullah.
Daging-daging unta tersebut dibiarkan begitu saja, tidak boleh dijamah manusia
maupun binatang. Tebusan pembunuhan yang memang berlaku di kalangan Quraisy dan
bangsa Arab adalah 10 ekor unta. Namun setelah kejadian ini, jumlahnya berubah
menjadi 100 ekor unta, yang juga diakui Islam. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu
alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:
“Aku adalah anak dua orang yang disembelih.”
Maksudnya adalah Ismail alaihissalam dan Abdullah.[1]
Abdul Muththalib menikahkan anaknya, Abdullah dengan Aminah
bint Wahb bin Abdi Manaf bin Zuhrah in Kilab, yang saat itu Aminah dianggap
wanita paling terpandang di kalangan Quraisy dari segi keturunan maupun
kedudukannya. Bapaknya adalah pemuka Bani Zuhrah. Abdullah hidup bersamanya di
Makkah. Tak lama kemudian Abdul Muththalib mengutusnya pergi ke Madinah untuk
mengurus kurma. Namun dia meninggal di sana. Ada yang berpendapat, Abdullah
pergi ke Syam untuk berdagang, lalu bergabung dengan kafilah Quraisy. Lalu dia
singgah di Madinah dalam keadaan sakit, lalu meninggal di sana dan dikuburkan
di Daar An-Naabighah Al-Ja’dy. Saat itu umutnya 25 tahun. Abdullah meninggal
dunia sebelum Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dilahirkan.
Begitulah pendapat mayoritas pakar sejarah. Ada pula yang berpendapat, Abdullah
meninggal dunia dua bulan setelah Rasulullah lahir.
Warisan yang ditinggalkan Abdullah berupa lima ekor unta,
sekumpulan domba, pembantu wanita Habsy, yang namanya Barakah, dan berjuluk
Ummu Aiman. Dialah wanita yang mengasuh Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam.
[1] Sirah
An-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, 1/151; Rahmah li Al-Aalamiin, 2/89-90; Mukhtashar
Siirah Ar-Rasuul, Syaikh Abdullah, hal. 12, 22-23
------------------------------------
Sumber: Ar-Rahiiq Al-Makhtuum, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury
Penerjemah: Kathur Suhardi
ditulis dan ditata ulang oleh Hasan Al-Jaizy
No comments:
Post a Comment