Cara Sejarawan Mendistorsi Sejarah
Berikut akan saya kemukakan beberapa cara
atau metode yang digunakan para sejarawan dalam mendistorsi peristiwa-peristiwa
penting seputar sejarah umat Islam.
1. Membuat-buat Cerita dan
Berbohong
Para sejarawan mengarang kisah yang
sebenarnya tidak pernah terjadi. Contohnya, mereka menceritakan perihal Aisyah radhiyallahu
anha yang bersujud syukur kepada Allah Ta’ala ketika menerima kabar
tentang terbunuhnya Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anh. Penuturan
peristiwa ini bohong belaka.[1]
2. Menambah atau Mengurangi
Suatu Kisah
Yang berbeda dalam hal ini adalah kisah
yang disampaikan sahih, seperti peristiwa Saqifah. Cerita tentang Saqifah ini
memang benar: Bahwasanya terjadi pertemuan antara Abu Bakr, Umar, dan Abu
Ubaidah dari kalangan Muhajirin di satu sisi; dan Al-hubab bin Al-Mundzir, Sa’ad
bin Ubadah, serta sahabat dari kalangan Anshar lainnya di sisi yang lain. Para
sejarawan menambahkan atau mengurangi banyak hal dengan tujuan mendistorsi
kejadian yang sebenarnya.
Yakni, para sejarawan serampangan dalam
menginterpretasi suatu peristiwa yang terjadi secara tidak benar. Interpretasi
ini disesuaikan dengan hawa nafsu, keyakinan sesat dan bid’ah yang mereka anut.
4. Menampakkan Kesalahan dan
Kekeliruan Suatu Riwayat
Kisah yang diriwayatkan sahih, tetapi para
sejarawan menampakkan dan memfokuskan pada kesalahan-kesalahan yang disebutkan
di dalamnya. Sampai-sampai, semua kebaikannya tertutupi.
5. Membuat Syair sebagai
Penguat Peristiwa Bersejarah
Para sejarawan menggubah syair yang berisi
celaan terhadap salah seorang sahabat dan menisbatkannya kepada Amiirul
Mukminiin Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anh, atau menisbatkannya
kepada Ummul Mukminiin Aisyah radhiyallahu anha, atau
menisbatkannya kepada Az-Zubair bin Al-Awwaam, atau kepada Thalhah bin
Ubaidullah. Cara yang sama mereka lakukan pada syair yang dinisbatkan kepada
Abdullah bin radhiyallahu anhuma berikut; di dalamnya dinyatakan bahwa
dia berkata tentang Aisyah radhiyallahu anha:
Engkau
memenggal baghal[2]
kemudian unta
Dan jika
ingin, engkau bisa menunggang gajah[3]
6. Mengarang Kitab serta
Risalah Palsu
Seperti tentang peristiwa terbunuhnya
Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anh. Ketika itu terjadi pemalsuan
kitab-kitab (surat) atas nama Utsman, Aisyah, Ali, Thalhah dan Az-Zubair radhiyallahu
anhum. Ini di luar karangan-karangan palsu lainnya, seperti Nahj
Al-Balaaghah yang dinisbatkan kepada Ali bin Abu Thalib dan Al-Imaamah
wa As-Siyaasah yang dinisbatkan kepada Ibnu Qutaibah.[4]
7. Memanfaatkan Kesamaan Nama
Sebagai contoh, perihal dua orang yang
sama-sama bernama (mempunyai kun-yah) Ibnu Jarir:
(1) Muhammad bin Jarir bin Yazid Abu Ja’far
Ath-Thabary, salah seorang imam Ahlus Sunnah (Sunni); dan
(2) Muhammad bin Jarir bin Rustum Abu
Ja’far Ath-Thabary, salahseorang
imam Syi’ah.[5]
Para sejarawan menisbatkan kitab-kitab
Ibnu Jarir yang beraliran Syi’ah kepada Ibnu Jarir yang berfaham Sunni, seperti
Dalaa’il Al-Imaamah Al-Waadhihah wa Nuur Al-Mu’jizaat. Terlebih lagi,
dua orang ini hidup pada tahun yang sama.
Nama (kun-yah) Ibnu Hajar juga
dimiliki oleh dua orang:
(1) Ahmad bin Hajar Al-Asqalaany,
seorang imam dalam ilmu hadits
(2) Ahmad bin Hajar Al-Haitamy,
seorang imam dalam ilmu fiqh tetapi tidak mempunyai keahlian dalam ilmu hadits.
Maka tidak jarang mereka mengambil
pensahihan Ibnu Hajar Al-Haitamy terhadap suatu riwayat, kemudian
menisbatkannya kepada Ibnu Hajar Al-Asqalaany.
[1]
Kisah ini disebutkan oleh Abul Faraj Al-Ashbahaany dalam Al-Aghaany
(hal. 55). Abu Faraj sendiri seorang Syi’ah yang tertuduh sebagai pembohong,
sebagaimana disebutkan pada biografinya dalam Taariikh Baghdaad dan Miizaan
Al-I’tidaal. Kisa ini juga disebutkan oleh tokoh Syi’ah, At-Tijany, dalam
kitabnya yang berjudul Fas’aluu Ahl Adz-Dzikr (hal. 97) tanpa
menyebutkan sumbernya.
[2] Sejenis
hewan peranakan kuda dan keledai
[3]
Maksudnya, Aisyah menunggangi baghal lalu unta untuk berperang dan menimbulkan
fitnah, bahkan jika menghendakinya bisa saja dia menunggangi gajah
[4]
Lihat muqaddimah Ta’wiil Musykil Al-Qu’aan karya Ibnu Qutaibah, hal. 32,
dengan tahqiiq As-Sayyid Ahmad Shaqir, serta muqaddimah kitab Al-Maisiir
wa Al-Qidaah karya Ibnu Qitaibah dengan tahqiiq Muhibbuddin
Al-Khatib
[5] Lisaan
Al-Miizaan, dalam biografi Muhammad bin Jarir bin Rustum, VII/29
------------------------------------------------------
Sumber: Hiqbah Min At-Taariikh, Syaikh Dr. Utsman Al-Khamiis
dengan bantuan terjemah oleh Syafaruddin, Lc
ditulis ulang dengan beberapa perubahan oleh Hasan Al-Jaizy
No comments:
Post a Comment