مَا
وَسِعَنِي أَرْضِي وَلَا سَمَائِي وَوَسِعَنِي قَلْبُ عَبْدِي الْمُؤْمِنِ
“Bumi-Ku dan
langit-Ku tidak mencukupi-Ku, dan mencukupi-Ku hati hamba-Ku yang beriman.”
TIDAK
ADA ASALNYA. Ucapan
ini tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadits sebagaimana ditegaskan oleh para
pakar Ahli Hadits. Berikut komentar sebagian mereka:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Ucapan ini adalah Israiliyyat, tidak
ada sanad yang jelas dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.”[1]
Hal ini disetujui Al-Hafidz Ash-Shakhawy[2]
dan Az-Zarkasyi.[3]
Al-Hafidz
Al-Iraqy berkata, “Saya tidak menjumpai asal-usulnya.”[4]
As-Subky
berkata, “Saya tidak mendapati sanadnya.”[5]
As-Suyuthy
berkata, “Tidak ada asalnya.”[6]
Az-Zarkasyi
berkata, “Hadits ini dibuat-buat oleh para penyesat/penyimpang.” Dan
disetujui oleh Ali Al-Qary.[7]
Al-Albany
berkata, “Tidak ada asalnya.”[8]
Secara
matan, hadits ini juga bermasalah, karena menimbulkan pemahaman yang salah,
seperti paham bersatu dengan Allah, yang sangat jelas bertentangan dengan
aqidah Islam.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Makna: ‘Mencukupi-Ku hati hamba-Ku’,
yakni keimanan dan kecintaannya kepada-Ku. Kalau bukan seperti ini maksudnya,
kemudian dia mengartikan bahwa Dzat Allah singgah ke dalam hati manusia, maka
ucapannya lebih keji dari orang-orang Nashrani yang mengkhususkan hal itu bagi
Isa Al-Masih saja!.”[9]
Syaikh
Ali bin Hasan Al-Halaby berkata, “Hadits ini juga sangat bertentangan dengan
aqidah ketinggian Allah di atas Arsy-Nya.”[10]
Dengan
demikian, maka jelaslah bagi kita kebathilan hadits ini, baik dari segi sanad,
maupun matan. Segala puji bagi Allah yang melimpahkan nikmat akal dan
ilmu bagi kita.
Dan
perlu diketahui bahwa keyakinan wahdatul wujud, yang biasanya
diistilahkan dengan Manunggaling Kawula lan Gusti, yaitu bersatunya
Tuhan dengan hamba adalah sebuah aqidah yang bertentangan seratus persen dengan
pokok-pokok ajaran Islam, bahkan menghancurkan persendianya, baik dalam aqidah,
ibadah, akhlaq, dan sebagainya.[11]
Alangkah
bagusnya nasehat Imam Al-Ajurry tatkala mengatakan, “Sesungguhnya aku
memperingatkan saudara-saudaraku kaum Mukminin untuk berhati-hati dari
pemahaman hululiyyah (Allah menyatu dengan makhluk-Nya). Setan telah
mempermainkan penganut pemahaman ini sehingga dengan pemahaman yang jelek ini
mereka menyimpang keluar dari rel para ulama menuju kepada pemahaman-pemahaman
yang keji, yang tidak dianut kecuali oleh orang yang terfitnah dan binasa.
Perkataan mereka tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, perkataan para
Shahabat, maupun perkataan para Imam Kaum Muslimin!”[12]
Sesungguhnya
aqidah kufur[13] dan sesat ini
sangat rusak dan memiliki dampak negatif yang banyak dalam berbagai sektor,
baik masalah tauhid, akhlak, ibadah dan sebagainya.[14]
Salah
satu kerusakan paham sesat ini adalah munculnya paham bahwa seseorang apabila
telah sampai pada tingkatan tertentu maka gugurlah hukum taklif baginya karena
ia merasa telah bersatu dengan Allah![15]
Paham tashawwuf ini sangat bertentangan dengan Islam. Allah berfirman,
وَجَعَلَنِى
مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَٰنِى بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ مَا دُمْتُ
حَيًّۭا
“Dan
Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku
hidup” (Q.S.
Maryam: 31)
Dalam
ayat tersebut terdapat bantahan yang sangat jelas terhadap paham ahli khurafat
yang menggugurkan taklif apabila telah sampai pada tingkatan tertentu,
karena Nabi Isa menggantungkan kewajiban ibadah dengan selama hidupnya.[16]
Paham
ini juga bertentangan dengan firman Allah,
وَٱعْبُدْ
رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ
“Dan sembahlah
Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Q.S.Al-Hijr: 99)
Makna
‘yaqiin’ dalam ayat ini adalah kematian, berdasarkan kesepakatan para
ulama. Barangsiapa menafsirkan dengan tingkatan tertentu sebagaimana dalam
istilah Sufi maka ia telah melakukan kedustaan yang amat besar dan
mempermainkan ayat Allah Ta’ala. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Penafsiran
ini salah dengan kesepakatan kaum Muslimin, Ahli Tafsir dan lainnya, karena
kaum Muslimin bersepakat tentang wajibnya ibadah seperti shalat lima waktu
sekalipun seseorang telah mencapai tingkatan (maqam) yang tinggi.”[17]
Al-Qadhy
Iyadh berkata, “Kaum Muslimiin bersepakat tentang kafirnya seseorang yang
mendustakan atau mengingkari suatu syariat yang diketahui secara mutawaatir
dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan disepakati para ulama, seperti
ucapan sebagian kaum Sufi bahwa seseorang yang lama beribadah dan jernih hatinya
bisa gugur dari kewajiban dan boleh melakukan keharaman!”[18]
Alangkah
bagusnya apa yang diceritakan bahwasanya Abu Ridhabary pernah ditanya tentang
seorang yang mendengar nyanyian dengan alasan, “Nyanyian halal bagiku, karena
aku telah sampai kepada derajat yang tidak mungkin ada perubahan!” Beliau
menjawab dengan enteng, “Benar! Ia telah sampai, tetapi ke Neraka Saqar!!!”[19]
Di
antara pengibar bender paham sesat ini adalah beberapa tokoh zaman dulu seperti
Ibnu Araby, Al-Hallaj, Ibnu Faridh, Ibnu Sab’in, dan semacamnya.
Adapun
pengibar benderanya di Indonesia:
Di
Jawa: Syaikh Siti Jenar.
Di
Sumatera: Hamzah Al-Fansury dan Syamsuddin As-Sumatrany.
Di
Sulawesi dan Kalimantan: Yusuf Al-Makassary dan Muhammad Nafis
Al-Banjary.
Akhir-akhir
ini ada yang berusaha membungkus pemahaman sesat ini dengan baju Sains
yaitu Agus Musthafa dalam bukunya Bersatu dengan Allah.[20]
Kita
tambahkan juga, para propaganda pruralisme dari Jaringan Islam (baca: Iblis)
Liberal, seperti Nurkhalis Madjid[21],
Abdul Muqsith Ghazali[22],
dan juga sebagian penyanyi seperti Ahmad Dhani.[23]
Sengaja,
kami kemukakan fakta ini agar masyarakat tahu bahwa pembahasan ini bukanlah
khayalan yang tidak ada kenyataannya tetapi ini adalah fakta yang ada di depan
mata.
[1]
Majmuu’ Al-Fataawaa, Ibnu Taimiyyah, XVIII/122, 376, dan Ahaadiits
Al-Qushshaash, Ibnu Taimiyyah, hal. 54
[2]
Al-Maqaashid Al-Hasanah fi Bayaan Al-Katsiir min Ahaadiits Musytahirah ala Alsinah,
Abdurrahman bin Ibrahim As-Sakhawy, hal. 373
[3]
Al-Aalai Al-Mantsuurah fi Ahaadiits Al-Masyhuurah, Abdurrahman
As-Suyuuthy, hal 89
[4]
Takhriij Ihyaa’ Uluum Ad-Diin, Al-Iraqy, III/13
[5]
Thabaqaat Asy-Syaafi’iyyah, As-Subky, VI/331
[6]
Ad-Durar Al-Muntasyirah, Az-Zarkasyi, hal. 17
[7]
Al-Asraar Al-Marfuu’ah fi Al-Akhbaar Al-Maudhuu’ah, Abu Al-Hasanaat
Muhammad Al-Laknawy Al-Hindy, hal. 206
[8]
Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha’iifah, Muhammad Nashiruddin Al-Albany, no.
5103
[9]
Majmuu’ AlFataawaa, XVIII/122, 376
[10]
At-Tashfiyyah wa At-Tarbiyyah wa Atsaruhuma fi Isti’naaf Al-Hayaat
Al-Islamiyyah, Ali bin Hasan Al-Halaby Al-
Atsary,hal. 46
Faedah: Masalah
ketinggian Allah merupakan masalah yang sangat penting. Dan Alhamdulillah,
kami telah membahasnya secara jelas dalam risalah “Dimana Allah?
Pertanyaan Penting Yang Terabaikan” cetakan Media Tarbiyah, Bogor.
Silahkan melihatnya bagi yang ingin memperluas pembahasan. Semoga Allah
memberkahi Anda sekalian.
[11]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Bangkit membantah mereka (ahli
wahdatul wujud) merupakan kewajiban yang sangat utama, sebab mereka adalah
perusak akan dan agama manusia. Mereka membuat kerusakan di muka bumi, dan
menghalangi dari jalan Allah. Bahaya mereka terhadap agama melebihi bahaya para
penjajah dunia seperti perampik dan pasukan Tatar yang hanya merampas harta
tanpa merusak agama.” (Majmuu’ Al-Fataawaa, II/32)
[12]
Asy-Syarii’ah, Al-Ajurry, 287-288
[13]
Al-Qadhy Iyadh menukil ijma’ (kesepakatan ulama) tentang kafirnya orang
yang mengaku bersatu dengan Allah seperti ucapan kaum Sufi, Bathiniyyah,
Nashrani dan Qaramithah. (Lihat Asy-Syifaa’, Al-Qadhy Iyadh, II/1067)
[14]
Lihat secara luas masalah ini dalam kitab yang bagus dan khusus mengupas aqidah
sesat ini yaitu Aqiidah Shufiyyah, Wihdah Al-Wujuud Al-Khafiyyah, oleh
Dr. Ahmad bin Abdul Aziz Al-Qushayyir, cet. Maktabah Ar-Rusyd.
[15]
Lihat kerusakan paham ini secara luas dalam kitab Ar-Radd Al-Muniif ala
Da’wa Raf’ At-Takaaliif karya Dr. Muhammad bin Ahmad Al-Juwaibir, cet. Daar
Shuma’i.
[16]
Min Kulli Suurah Faaidah, Abdul Malik bin Ahmad Ramadhany, hal. 146
[17]
Dar’ Ta’aarudh Al-Aql wa An-Naql, Ibnu Taimiyyah, III/270. Lihat pula Madaarij
As-Saalikiin, Ibnul Qayyim, III/316 dan Adhwaa’ Al-Bayaan,
Asy-Syinqithy, II/325.
[18]
Asy-Syifaa’, II/1074
[19]
Hilyatu Al-Auliyaa wa Thabaqah Al-Ashfiyaa’, Abu Nu’aim Al-Ashbahaaniy,
X/356, dan Siyar A’laam An-Nubalaa’,Adz-Dzahaby, XIV/536
[20]
Lihat Misteri Syeikh Siti Jenar, Prof. Dr. Hasanu Simon, hal. 386., Syekh
Yusuf Seorang Ulama, Sufi dan Pejuang, Abu Hamid, hal. 180, dan Ensiklopedia
Islam Indonesia, hal. 676-678. (Dinukil dari buku 14 Contoh Praktek
Hikmah dalam Berdakwah, Al-Ustadz Abdullah Zaen, hal. 91-92)
[21]
Dia pernah mengatakan, “Kalau kita baru sampai “Iyyaaka Na’budu” berarti
kita masih mengklaim diri kita mampu dan aktif menyembah. Tetapi kalau sudah
“Wa Iyyaaka Nasta’iin”, maka kita lebur, menyatu dengan Tuhan.” (Tabloid
Tekad, Harian Republika no. 44/th II, 4-10 September 2000 hal. 11, dari
buku Tarekat Tasawwuf, Hartono Ahmad Jaiz, hal. 109)
[22]
Dia berkata dalam sebuah dialognya, “Anjing-hu akbar, tidak ada yang salah
dengan pernyataan itu. Apa yang salah?! Sama sekali tidak ada yang salah, Akbar
Tanjung, Anjing Akbar, Sekolah Akbar. Tidak ada yang salah. Itu kalau diniati
bahwa anjing itu adalah Allah.”
Lebih lanjut, ia mengatakan,
“Kalau dia menemukan sifat jamal dan kamal (keindahan dan kesempurnaan)
dalam anjing maka itu enggak salah, justru ia akan naik maqam (kedudukan)nya,
seperti Ibnu Arabi dalam kitabnya Fushus Hikam dia menemukan takallufnya ketika
berhubungan suami istri. Ini adalah pluralisasi penafsiran yang akan dipuji
sejarah!!!” (VCD debat buku “Ada Pemurtadan di IAIN”. Lihat juga Bunga
Rampai Penyimpangan Agama di Indonesia, Hartono Ahmad Jaiz, hal. 74.
[23]
Misalnya dalam album Laskar Cinta ada lagu berjudul “Satu” yang
diciptakan Ahmad Dhani. Isinya menyebarkan paham Wahdatul Wujud, yaitu
paham sesat yang dikibarkan oleh Al-Hallaj dan Syaikh Siti Jenar. Ahmad Dhani
menulis di bawah lirik lagu tersebut cover Laskar Cinta versi kaset: “THANKS
TO: AL-HALLAZ”, lalu dalam album yang sama versi CD, juga di bawah lirik
lagu.
--------------------------------------
Dari kitab Koreksi Hadits-hadits Dha'if Populer, karya Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi, Media Tarbiyah, cet. ke-3, Desember 2011
Ditulis ulang dengan sedikit perubahan oleh Hasan Al-Jaizy
akhy kalimat ini (Di antara pengibar bender paham sesat ini) yang benar bendera atau tetep seperti itu maknanya?
ReplyDeleteafwan
Terhadap person atau kelompok tersebut mustilah anda ambil tindakan nyata yg lebih Islami,secara jantan mungkin anda musti harus langsung ketemu orangnya tanpa harus mengajak saya atau orang lain,apalagi lewat dunia maya untuk sama2x mengecam atau mencap mereka...justru ini jauh dari ajaran yg Islami,.Tanyakan baik2x langsung terhadap mereka saja...batasi skup permasalahan hanya antara anda dan mereka.Buat penganut paham ini yg sudah tiada....cukuplah anda mohon petunjuk apakah mereka disana mendapat kelapangan ataukah siksaan dari Allah SWt.Saya tdk kenal namanya Dani....atau yg lainnya...jd barangkali ini murni urusan anda dan mereka ......untuk menerima argumen anda jelas tdk mungkin......karena itu jauh sekali dr suri tauladan Rasul Mulia.....Penganut yg msh hidup ...surati mereka...datangi mereka...ajak dialog dengan lemah lembut.....klo mereka tdk mau diajak yg anda kehendaki. ...? Berlakulah hukum 'Lakum dinukum waliyadien.....tp klo urusannya sudah mengancam fisik ,berlaku juga hukum yg lain lg.Rasulullah tdk mempunyai akhlak seperti kita2x ini....yg bisanya cuman main kroyokan.Dahulu Rasul ga pernah ngeroyok orang.......!Tp selalu dikroyok....!
ReplyDeleteMaaf, kalau saya, selain kriteria pengkualifikasian hadits yang telah dirumuskan para ulama hadits, ada lagi filter yang saya terapkan secara pribadi, yaitu begini : "suatu perkataan yang diklaim sebagai hadits nabi, dan telah dinyatakan sahih oleh otoritas hadits, saya nilai lagi berdasarkan nalar/akal/ pikiran/logika dulu, kemudian disaring lagi menggunakan hati nurani saya sendiri. Sehingga, suatu "hadits" bagaimanapun sanadnya, kalau tidak masuk di akal saya dan bertentangan dengan hati nurani saya, maka akan saya tolak."
ReplyDelete