Monday, February 4, 2013

Memahami 'Khabar' dan 'Atsar'



Dibanding dengan sunnah, khabar lebih layak menjadi sinonim Hadits. Sebab, tahdiits (pembicaraan) artinya tidak lain adalah ikhbaar (pemberitaan). Hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak lain adalah berita yang disandarkan pada beliau. Hanya saja, nama ikhbaary digunakan untuk menyebut orang yang menekuni tarikh (sejarah) dan semisalnya. Sedangkan gelar muhaddits oleh para ulama diberikan kepada orang yang secara khusus menekuni sunnah, untuk membedakannya dari ikhbaary. Para ulama menyebut apa yang datang dari Nabi dengan Hadits, untuk membedakannya dari khabar yang berasal dari selain beliau. Ini menjelaskan ucapan mereka:

بَيْنَهُمَا عُمُومٌ وَخُصُوصٌ مُطْلَقٌ، فَكُلُّ حَدِيثٍ خَبَرٌ وَلاَ عَكْسَ

“Antara khabar dan hadits ada pengertian umum dan khusus yang mutlak. Setiap hadits adalah khabar tetapi tidak sebaliknya.”[1]

Para ahli Hadits yang membela pendapat bahwa Hadits dan khabar itu sinonim, melihat –di samping konotasi yang sama antara kedua lafadz tersebut- bahwa perawi tidak cukup hanya mengutip hadits yang disandarkan kepada Nabi (marfu’), melainkan juga menaruh perhatian kepada apa yang bersumber dari para sahabat (mauquuf), atau bahkan hanya berhenti pada tabi’in saja (maqthuu’). Jadi, di samping meriwayatkan dari Nabi, mereka juga meriwayatkan dari selain beliau. Riwayat adalah pemberitaan dari sana sini. Karena itu, tiada salahnya menamakan hadits sebagai khabar, dan menyebut khabar sebagai hadits.


Dari sudut ini pula, mereka memandang atsar. Jadi, atsar searti dengan khabar, sunnah dan hadits. Bila orang mengatakan: Atsartu al-hadiits (أَثَرْتُ الحَدِيثَ), itu berarti “Aku meriwayatkan hadits”. Tidak ada alasan mengkhususkan atsar hanya untuk apa yang disandarkan kepada sahabat (mauquuf) dan tabi’in (maqthuu’). Sebab, yang mauquuf dan yang maqthuu’ itu pun riwayat, seperti halnya yang disandarkan kepada Nabi (marfuu’). Hanya saja, yang mauquuf dinisbatkan kepada sahabat, maqthuu’  kepada tabi’in, dan marfuu’ kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Memang ada istilah-istilah lain yang menerangkan perbedaan khabar dan atsar. Namun, kami hanya mengutip pendapat mayoritas ulama yang mempersamakan semua istilah ini dalam memberikan faedah tahdiits dan ikhbaar. Pada keduanya inilah berkisar pembahasan tentang ilmu pokok-pokok Hadits (علم أصول الحديث).


[1]Tadriib Ar-Raawy, hal, 4

------------------------------------


dari Kitab علوم الحديث ومصطلحه - عرضٌ ودراسة karya Subhy Ash-Shaalih, dengan bantuan terjemah kitab Membahas Ilmu-ilmu Hadits

ditulis dan ditata ulang oleh Hasan Al-Jaizy


No comments:

Post a Comment