Dibanding
dengan sunnah, khabar lebih layak menjadi sinonim Hadits. Sebab, tahdiits
(pembicaraan) artinya tidak lain adalah ikhbaar (pemberitaan). Hadits
Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak lain adalah berita yang
disandarkan pada beliau. Hanya saja, nama ikhbaary digunakan untuk
menyebut orang yang menekuni tarikh (sejarah) dan semisalnya. Sedangkan
gelar muhaddits oleh para ulama diberikan kepada orang yang secara
khusus menekuni sunnah, untuk membedakannya dari ikhbaary. Para ulama
menyebut apa yang datang dari Nabi dengan Hadits, untuk membedakannya dari khabar
yang berasal dari selain beliau. Ini menjelaskan ucapan mereka:
بَيْنَهُمَا عُمُومٌ وَخُصُوصٌ مُطْلَقٌ، فَكُلُّ حَدِيثٍ
خَبَرٌ وَلاَ عَكْسَ
“Antara khabar
dan hadits ada pengertian umum dan khusus yang mutlak. Setiap hadits adalah
khabar tetapi tidak sebaliknya.”[1]
Para
ahli Hadits yang membela pendapat bahwa Hadits dan khabar itu sinonim,
melihat –di samping konotasi yang sama antara kedua lafadz tersebut- bahwa
perawi tidak cukup hanya mengutip hadits yang disandarkan kepada Nabi (marfu’),
melainkan juga menaruh perhatian kepada apa yang bersumber dari para sahabat (mauquuf),
atau bahkan hanya berhenti pada tabi’in saja (maqthuu’). Jadi, di
samping meriwayatkan dari Nabi, mereka juga meriwayatkan dari selain beliau.
Riwayat adalah pemberitaan dari sana sini. Karena itu, tiada salahnya menamakan
hadits sebagai khabar, dan menyebut khabar sebagai hadits.
Dari
sudut ini pula, mereka memandang atsar. Jadi, atsar searti dengan
khabar, sunnah dan hadits. Bila orang mengatakan: Atsartu al-hadiits
(أَثَرْتُ الحَدِيثَ), itu berarti “Aku meriwayatkan
hadits”. Tidak ada alasan mengkhususkan atsar hanya untuk apa yang
disandarkan kepada sahabat (mauquuf) dan tabi’in (maqthuu’).
Sebab, yang mauquuf dan yang maqthuu’ itu pun riwayat, seperti
halnya yang disandarkan kepada Nabi (marfuu’). Hanya saja, yang mauquuf
dinisbatkan kepada sahabat, maqthuu’ kepada tabi’in, dan marfuu’ kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Memang
ada istilah-istilah lain yang menerangkan perbedaan khabar dan atsar.
Namun, kami hanya mengutip pendapat mayoritas ulama yang mempersamakan semua
istilah ini dalam memberikan faedah tahdiits dan ikhbaar. Pada
keduanya inilah berkisar pembahasan tentang ilmu pokok-pokok Hadits (علم أصول الحديث).
[1]Tadriib
Ar-Raawy, hal, 4
------------------------------------
dari Kitab علوم الحديث ومصطلحه - عرضٌ ودراسة karya Subhy Ash-Shaalih, dengan bantuan terjemah kitab Membahas Ilmu-ilmu Hadits
ditulis dan ditata ulang oleh Hasan Al-Jaizy
No comments:
Post a Comment