Kepada para
sahabatnya, Rasulullah kadang-kadang memberikan nasehat-nasehat yang beliau
terima dari Allah. Tetapi itu bukan merupakan wahyu yang kemudian disebut
Al-Qur’an, dan bukan pula merupakan ucapan yang disandarkan secara langsung
pada beliau yang kemudian layak disebut Hadits biasa begitu saja. Melainkan ia
berupa hadits-hadits yang oleh Nabi lebih suka dinyatakan dengan ungkapan yang
menunjukkannya sebagai firman Allah. Itulah Hadits Qudsi, yang juga disebut Ilaahiyyah
(إِلَهِيَّةً) atau Rabbaniyyah (رَبَّانِيَّةً).
Contohnya
ialah hadits yang dikeluarkan (di-takhrij-kan) oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya,
dari Abu Dzar yang menerima dari Nabi apa yang beliau riwayatkan sebagai
berasal dari Allah Ta’ala:
يَا عِبَادِي إِنِّي
حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا.
يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلاَّ مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ.
يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِي أُطْعِمْكُمْ.
يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ.
يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ. يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا
ضَرِّي فَتَضُرُّونِي، وَلَنْ تَبْلُغُوا نَفْعِي فَتَنْفَعُونِي. يَا عِبَادِي لَوْ
أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ
رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا. يَا عِبَادِي لَوْ
أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَفْجَرِ قَلْبِ
رَجُلٍ وَاحِدٍ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا. يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ
وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ
كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِي إِلَّا كَمَا يَنْقُصُ
الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ. يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ
أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا. فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ
اللَّهَ، وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
“Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman
atas diri-Ku dan Aku mengharamkannya pula atas kalian, maka janganlah kalian
saling menzalimi.
Wahai hamba-hambaKu, kalian semua tersesat, kecuali orang
yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah itu kepada-Ku, niscaya kuberikan
hidayah itu kepadamu.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian lapar, kecuali
orang-orang yang aku beri makan, maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku
berikan makanan itu kepadamu.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian adalah
orang-orang tidak berpakaian, kecuali orang-orang yang telah Kuberi pakaian,
maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku berikan pakaian itu kepadamu.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian senantiasa berbuat dosa di malam dan
siang hari sedangkan Aku akan mengampuni semua dosa, maka mintalah ampun
kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kalian semua.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya
kalian tidak dapat mendatangkan kemanfaatan bagi-Ku sehingga tidak sedikit pun
kalian bermanfaat bagi-Ku.
Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian semua tidak
akan dapat mendatangkan bahaya bagi-Ku sehingga tidak sedikit pun kalian dapat
membahayakan-Ku.
Wahai hamba-hambaKu, andaikan kalian semua dari yang awal
sampai yang terakhir, baik dari bangsa manusia maupun jin, semuanya bertakwa
dengan ketakwaan orang yang paling takwa di antara kalian, hal itu tidak
menambah sedikit pun dalam Kerajaan-Ku.
Wahai hamba-hambaKu, andaikan kalian
semua dari yang awal sampai yang terakhir, baik dari bangsa manusia maupun
bangsa jin, berdiri di atas satu dataran lalu meminta apa pun kepada-Ku, lalu
aku penuhi semua permintaan mereka, hal itu sedikit pun tidak mengurangi
kekayaan yang Aku miliki, hanya seperti berkurangnya air samudra ketika
dimasuki sebatang jarum jahit (kemudian diangkat).
Wahai hamba-hambaKu, semua
itu perbuatan kalian yang Aku hitungkan untuk kalian, kemudian Aku membalasnya
kepada kalian. Maka barang siapa mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji
Alloh, dan barang siapa mendapatkan selain itu, hendaklah ia tidak mencela
kecuali dirinya sendirinya.”[1]
Kalimat yang
biasa digunakan untuk meriwayatkan Hadits Qudsi, adalah:
قَالَ رَسُولُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
- فِيمَا يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda meriwayatkan
apa yang beliau terima dari Rabb-nya.”
Ini merupakan
kalimat yang lazim dipakai oleh salaf (orang-orang terdahulu) dalam
meriwayatkan Hadits Qudsi. Sedangkan khalaf (orang-orang belakangan)
mempunyai cara tersendiri dalam meriwayatkan Hadits Qudsi, yaitu:
قَالَ اللهُ تَعَالَى، فِيمَا رَوَاهُ عَنْهُ رَسُولُ
اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Allah Ta’ala berfirman, sebagaimana yang telah diceritakan oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.”
Tetapi
keduanya bertujuan sama. Hanya sekadar perbedaan istilah saja.
Cerita Nabi
dari Rabb-nya dalam hadits-hadits Qudsi semacam ini oleh para ulama digunakan
sebagai hujjah seraya menyatakan: “Lafadz Hadits Qudsi itu berasal
dari Allah Ta’ala”. Namun banyak para ulama yang berbeda pendapat bahwa
kalimat-kalimat Hadits Qudsi itu dari Nabi sedangkan maknanya dari Allah.
Pendapat yang terakhir inilah yang dipilih oleh Abu Al-Baqa’ ketika dengan
jelas mengatakan: “Sesungguhnya Al-Qur’an itu lafadz dan maknanya dari sisi
Allah melalui wahyu yang jelas. Adapun Hadits Qudsi, lafadznya dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam sedangkan maknanya dari Allah lewat ilham atau
mimpi.”[2]
No comments:
Post a Comment