Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
telah berusia 40 tahun, Allah mengutusnya menjadi rasul-Nya sebagai rahmat bagi
sekalian alam yang diutus kepada segenap umat manusia dan sebagai pembawa kabar
gembira. Sebelumnya Allah Ta’ala telah mengambil perjanjian dari
tiap-tiap rasul yang diutus sebelum beliau agar beriman kepada beliau dan
membenarkannya, membelanya terhadap siapa saja yang menentangnya. Allah juga
telah memerintahkan mereka supaya menyampaikannya kepada setiap orang yang
beriman dan membenarkan mereka. Lalu mereka pun menyampaikan kebenaran yang
mereka ketahui tentang rasul akhir zaman itu kepada umat manusia.
Aisyah radhiyallahu anha meriwayatkan: “Perkara
pertama yang memulai turunnya nubuwat kepada Rasulullah ketika Allah
hendak memuliakan beliau dan mencurhkan rahmat-Nya kepada para hamba adalah
mimpi yang benar. Setiap kali bermimpi, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam melihatnya laksana cahaya fajar merekah. Allah membuatnya senang
ber-khalwat (menyendiri melakukan ibadah). Tidak ada perkara yang paling
beliau sukai melainkan khalwat tersebut.”
Abdullah bin Ubaidullah meriwayatkan: “Ketika
Allah hendak menurunkan kemuliaan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam dan memulai penobatannya sebagai utusan Allah, beliau selalu keluar
menjauh dari rumah-rumah penduduk, beliau pergi menuju lembah-lembah kota
Mekkah. Setiap kali Rasulullah berpapasan dengan batu dan pohon, pasti batu dan
pohon itu mengucapkan salam kepada beliau, “Assalamualaika ya Rasuulallaah!”
Rasulullah menoleh ke kanan, ke kiri dan ke belakang namun beliau tidak melihat
apapun kecuali bebatuan dan pepohonan. Beliau shallallahu alihi wa sallam
tinggal di gua tempat khalwat dan mendengar serta melihat banyak
perkara. Kemudian datanglah malaikat Jibril dengan membawa karamah dari
Allah Ta’ala. Kala itu beliau sedang ber-khalwat di gua Hira pada
bulan Ramadhan.
Ubaid bin Umair menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam menyendiri ke gua
Hira sebulan setiap tahun. Gua itu biasa dipakai oleh orang-orang Quraisy untuk
ber-tahannuts pada zaman Jahiliyyah. Tahannuts adalah beribadah
dengan menjauhkan diri dari berhala-berhala. Beliau biasa ber-tahannuts
pada bulan Ramadhan, memberi makan fakir miskin yang datang menjenguk beliau.
Apabila beliau telah merampungkan tahannuts pada bulan itu maka hal
pertama yang dilakukannya adalah mendatangi Ka’bah. Beliau melakukan thawaf
sebanyak 7 kali atau semampu beliau. Barulah beliau pulang ke rumah. Hingga
pada bulan yang telah ditentukan Allah sebagai waktu menurunkan karamah
kepada beliau, tahun yang telah Allah pilih sebagai waktu penobatannya sebagai
rasul, yaitu bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
keluar menuju gua Hira sebagaimana biasanya diiringi oleh keluarganya. Tepat
pada malam yang telah Allah muliakan dengan risalah-Nya, datanglah Malaikat
Jibril alaihissalam dengan membawa perintah Allah!
Rasulullah menuturkan: “Datanglah kepadaku
Malaikat Jibril kala itu aku sedang tidur beralaskan tikar dari dibaj
(sutera) di dalamnya terdapat kitab. Jibril berkata, “Bacalah!”
“Aku tak bisa membaca!” jawabku. Jibril mendekapku
sehingga aku menyangka ajalku tiba! Lalu ia melepasku. Jibril berkata lagi, “Bacalah!”
“Aku tak bisa membaca!” jawabku lagi. Ia
mendekapku sekali lagi sehingga aku menyangka ajalku tiba! Lalu ia melepasku.
Jibril berkata lagi, “Bacalah!”
“Aku tak bisa membaca!” jawabku lagi. Ia
mendekapku sekali lagi sehingga aku menyangka ajalku tiba! Lalu ia melepasku.
Jibril berkata lagi, “Bacalah!”
“Apa yang harus aku baca?” jawabku lagi.
Jibril berkata:
“Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.”
Aku pun membacanya sampai selesai, lalu ia
berpaling dariku. Lalu aku terbangun dari tidurku dan kudapati seolah-olah di
hatiku telah tertulis sebuah tulisan.
Aku pun keluar hingga ketika tiba di pertengahan
bukit aku mendengar suara dari langit yang berseru, “Wahai Muhammad, engkau
adalah Rasulullah dan aku adalah Jibril!” Kulihat ternyata Jibril menjelma
dalam bentuk lelaki yang putih bersih kedua telapak kakinya di ufuk langit. Ia
berseru, “Wahai Muhammad, engkau adalah Rasulullah dan aku adalah Jibril!” Aku
berhenti melihatnya tanpa bergeming sedikitpun dari tempatku. Aku berusaha
memalingkan wajah darinya ke arah ufuk lainnya, tetapi aku tetap melihatnya di
setiap ufuk. Sementara aku tetap di tempat tidak bergeming sedikitpun. Sehingga
Khadijah mengutus beberapa orang untuk mencariku. Mereka telah mencapai puncak
gunung namun tidak melihatku. Akhirnya mereka pun kembali sementara aku tetap
berada di tempatku. Kemudian Jibril berpaling dariku.
Setelah itu aku pun kembali ke rumah dan segera
menemui Khadijah. Aku bersandar di pangkuannya. Ia berkata padaku, “Wahai Abul
Qasim, dimanakah gerangan Anda tadi? Demi Allah, aku telah mengutus orang untuk
mencarimu, mereka telah berkeliling kota Mekkah kemudian kembali tanpa
menemuimu!”
Aku pun menceritakan peristiwa yang kusaksikan
tadi. Ia berkata, “Sambutlah kabar gembira wahai anak pamanku, teguhkanlah
dirimu! Demi Dzat yang jiwa Khadijah berada di tangan-Nya, aku berharap engkau
terpilih menjadi nabi umat ini!”
Lalu Khadijah mengenakan pakaiannya dan berangkat
menemui Waraqah bin Naufal yang masih sepupunya. Waraqah adalah seorang pemeluk
agama Nasrani dan banyak membaca kitab-kitab. Ia juga banyak mendengar dari
Ahli Taurat dan Injil. Khadijah menceritakan apa yang didengar dan dilihat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Waraqah berkata: “Quddus...Quddus...Demi
Dzat yang jiwa Waraqah berada di tangan-Nya, jika benar apa yang engkau
ceritakan itu wahai Khadijah, itulah Namus Al-Akhbar yang dahulunya menemui
Nabi Musa. Sungguh ia bakal menjadi Nabi umat ini, katakanlah ia agar tetap
teguh.”
Khadijah radhiyallahu anha kembali menemui
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan menceritakan apa yang
dikatakan oleh Waraqah tadi. Ketika Rasulullah telah menyelesaikan ibadahnya di
gua tersebut beliau segera kembali dan mengerjakan apa yang biasa beliau
kerjakan, yaitu melakukan thawaf di Ka’bah.
Waraqah mencegahnya dan berkata, “Wahai saudarku,
ceritakanlah padaku apa yang engkau lihat dan engkau dengar!” Rasulullah pun
menceritakan pengalamannya. Waraqah kemudian berkata, “Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, engkau telah terpilih menjadi nabi umat ini, Namus
Al-Akbar yang dahulu datang kepada Musa telah datang menemuimu! Engkau akan
ditentang, dimusuhi, diusir dan akan diperangi. Sekiranya aku masih hidup kala
itu, niscaya aku akan sungguh-sungguh menolongmu.” Kemudian ia cium kening
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Setelah itu, Rasulullah pun
pergi ke rumahnya.
Sumber: Tahdzib Sirah Nabawiyyah li Ibn Hisyaam,
Abd As-Salam Harun
Penerjemah: Abu Ihsan Al-Atsary, cet. Darul Haq
No comments:
Post a Comment