Al-Aswad Al-Ansi, orang yang juga dikenal dengan
nama Abhalah bin Ka’ab ini mengaku dirinya sebagai Nabi dan keluar
bersama 700 pasukan pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Pasukan itu pergi ke Shan’a dan menaklukkannya, sampai seluruh negeri Yaman
tunduk kepada mereka. Kejahatan Al-Aswad menyebar laksana api yang menjadlar,
hingga masalahnya menjadi pelik dan sulit. Banyak penduduk Yaman keluar dari
agama Islam karenanya. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat,
perilakunya tersebut belum berubah.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakr radhiyallahu
anh, Fairuz Ad-Dailamy radhiyallahu anh membunuhnya. Ketika itu,
Al-Aswadh sedang tidur dalam keadaan mabuk. Fairuz menyabet Nabi palsu ini
dengan pedang sehingga suaranya melengking sekeras kuakan sapi yang pernah
didengar manusia. Mendengar suara nyaring tersebut, para penjaga bersegera
menuju ke kamarnya. Lantas mereka bertanya-tanya, “Ada apa ini? Apa yang
terjadi?” Istri Al-Aswad –seorang wanita shalihah- menjawab: “Nabi sedang
menerima wahyu.” Maka, mereka pun kembali.
Kemudian kaum Muslimin dan kaum Musyrikin yang
tidak mengikuti ajaran Al-Aswad berkumpul di sekitar benteng tempatnya berada.
Lalu, salah seorang kaum Muslimin berseru, “Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
Rasulullah dan Abhalah (Al-Aswad Al-Ansi) adalah pendusta!” Orang itu lantas
melemparkan kepala Abhalah ke arah orang-orang di situ. Maka, para pengikut
Al-Aswad pun bercerai-berai, bahkan mereka dikejar masyarakat seraya dipukuli
di setiap jalan. (Al-Bidayah wa An-Nihayah (VI/315)
Sumber: Hiqbah Min At-Taariikh,
Syaikh Dr. Utsman Al-Khamiis
Dibantu dengan terjemahan oleh
Syafaruddin, Lc.
Diketik ulang oleh Hasan Al-Jaizy
No comments:
Post a Comment