Banyak
hadits yang disandarkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam
mengenai cerita bahwa Khidhr masih hidup dan melakukan pertemuan dengan Nabi
Yasa’, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu
anhum, Umar bin Abdul Aziz rahimahullah dan sebagainya.[1]
Berikut salah satu contohnya:
عن أنس بن مالك قال:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إنَّ الخَضرَ في البحر واليسع في البر,
يجتمعان كل ليلة عند الردم الذي بناه ذو القرنين بين الناس وبين يأجوج ومأجوج,
ويحجان أو يجتمعان كل عام, ويشربان من زمزم سربة تكفيهما إلى قابل."
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Khidhr di lautan dan Yasa’ di
daratan. Keduanya bertemu setiap malam di benteng yang dibangun oleh Dzul
Qarnain untuk menghalangi manusia dari Ya’juj dan Ma’juj. Keduanya menunaikan
haji atau bertemu setiap tahun. Dan keduanya minum air Zamzam yang mencukupi
untuk tahu berikutnya.”
MAUDHU’ (PALSU).
Diriwayatkan oleh Harits bin Abu Usamah dalam Musnadnya (II/866, no.
526) dari jalur Abdurrahim bin Waqid, dari Qasim bin Bahran, dari
Abban, dari Anas bin Malik.
AL-Bushiry berkata dalam Ittihaaf Khiyarah
Al-Maharah (IX/187), “Sanad ini lemah karena sebagian perawinya tidak
dikenal.”
Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Al-Mathaalib
Al-Aaliyah (III/278), “Lemah sekali!” Dalam Al-Ishaabah (II/432) dan
Az-Zahr An-Nadhir (hal. 107), beliau menjelaskan sebabnya, “Abdurrahman
dan Abaan adalah dua perawi yang ditinggalkan haditsnya.”
Demikian juga yang dikatakan oleh As-Suyuthy dalam Jam’
Al-Jawaami’ (I/194), beliau berkata juga dalam Ad-Durr Al-Mantsuur
(IV/240), “Dikeluarkan oleh Harits dengan sanad yang lemah sekali, dari Anas.”
As-Sakhawy berkata dalam Al-Maqaashid Al-Hasanah
(hal. 21), “Termasuk hadits yang lemah sekali tentang Khidhr adalah apa yang
diriwayatkan oleh Harits dalam Musnad-nya, dari Anas, dari Nabi.”
Ditambah lagi, di dalam sanadnya juga terdapat Qasim bin Bahran. Ia adalah
seorang pendusta.[2]
Dan perlu ditegaskan bahwa semua hadits yang
menjelaskan tentang masih hidupnya Nabi Khidhr, semuanya adalah tidak shahih
sebagaimana ditandaskan oleh para ulama Ahli Hadits. Oleh karenanya, Syaikh
Al-Albany berkomentar tentang hadits ini, “Hadits ini palsu! Sama halnya
seperti semua hadits-hadits yang menjelaskan masih hidupnya Khidhr sebagaimana
yang ditegaskan oleh para ulama peneliti seperti Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah.”[3]
Berikut komentar sebagian Ahli Hadits lainnya:
[1] Al-Hafidz Ibnul Munady rahimahullah berkata:
“Telah diriwayatkan dari Ahli Kitab bahwa Khidhr minum
air kehidupan, namun ucapan mereka ini tidak dapat dipercaya. Seluruh riwayat
tentang Khidhr adalah lemah.”[4]
[2] Al-Hafidz Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata:
“Seluruh hadits yang menyebutkan bahwa Khidhr masih
hidup dan bertemu dengan Nabi Muhammad shallallahu alahi wa sallam,
semuanya tidak ada yang shahih, satu hadits pun!”[5]
Di tempat lain beliau berkata:
“Telah datang beberapa hadits tentang masih hidupnya Khidhr,
namun tak satu pun yang shahih. Seandainya bukan karena khawatir terlalu
panjang, niscaya kami akan memaparkannya dan menjelaskan keadaan para
perawinya.”[6]
[3] Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
setelah menyebutkan riwayat dan cerita tentang masih hidupnya Khidhr:
“Semua hadits ini lemah sekali, tidak bisa dijadikan
sandaran dalam beragama! Demikian juga cerita-cerita tidak luput dari kelemahan
sanad!” Beliau melanjutkan, “Di dalam kitabnya, Ujalah Muntadhar fi Syarh
Al-Haal Al-Khidhr, Abul Faraj Ibnul Jauzy rahimahullah telah
mengupas hadits-hadits ini dan menjelaskan bahwa seluruhnya adalah maudhu
(palsu). Demikian juga beliau menjelaskan kelemahan sanad atsar-atsar sahabat
dan tabi’in dengan bagus sekali.”[7]
[4] Al-Hafidz Al-Iraqy rahimahullah berkata:
“Tidak ada yang shahih satu hadits pun tentang
penetapan atau tidaknya pertemuan Khidhr dengan Nabi shallallahu alaihi wa
sallam, demikian juga tentang hidup dan matinya.”[8]
[5] Al-Hafidz Az-Zabidy rahimahullah berkata:
“Menurut Ahli Hadits, tidak ada satupun hadits yang
shahih tentang pertemuan atau tidaknya Khidhr.”[9]
[6] Al-Hafidz As-Sakhawy rahimahullah setelah
membawakan beberapa hadits lemah tentang hal ini, beliau berkata:
“Demikianlah pula hadits-hadits lainnya semuanya
adalah lemah, baik yang marfu’ (sampai ke Nabi) ataukah tidak. Syaikhuna
(Ibnu Hajar) memaparkannya secara panjang dalam Al-Ishaabah, bahkan
tidak ada satu pun hadits shahih mengenainya.”[10]
Khidhr Dalam Dunia Sufi
Dalam dunia Sufi, sosok Khidhr[11] adalah sosok manusia yang
sangat ajaib, dia hidup kekal nan abadi, memiliki ilmu syari’at dan ilmu laduni,
beridentitas wali bukan Nabi, dan yang paling unik dari klaim mereka adalah
Khidhr dapat bertemu dengan para wali untuk mengajarkan ilmu-ilmu hakekat dan
mengikat perjanjian dengan para penganut setia Sufi. Oleh karenanya, tidak aneh bila kita mendapati
dongeng-dongeng para tokoh Sufi seperti Ibnu Araby[12] dan Asy-Sya’rany[13] yang bercerita bahwa
mereka bertemu dengan Khidhr.
Walhasil, sosok Khidhr seakan menjadi
sebuah khurafat yang mirip cerita Superman yang dapat terbang ke
setiap tempat dan bertemu dengan para handai taulan di setiap negara, lalu
mengajarkan berbagai bentuk ibadah dan dzikir-dzikir!!! Setelah itu, maka
jangan tanya lagi tentang kebid’ahan dan kerusakan yang disebabkan keyakinan nyeleneh
tersebut.[14]
Bila kita telusuri lebih lanjut akar permasalahan
kebobrokan kaum Sufi dalam masalah ini, niscaya akan kita dapati bahwa
sumbernya adalah keyakinan bahwa Khidhr adalah seorang wali dan dia masih hidup
abadi. Dua keyakinan ini telah mampu menjerumuskan manusia kepada bencana,
prasangka dusta dan kerancuan yang tidak dapat diterima akal dan agama, seperti
anggapan mereka bahwa wali lebih utama daripada Nabi, dan klaim bahwa si fulan
bisa bertemu dengan Khidhr dan mendapati ajaran ini dan itu, adanya ilmu laduni,
ilmu zhahir dan bathin, dan lain sebagainya.[15]
Apakah
Nabi Khidhr Masih Hidup?
Pembahasan
tentang Khidhr cukup melebar, telah dibahas oleh para ulama secara detail dan
luas,[16]
hanya saja di sini kami akan memfokuskan tentang masalah apakah Khidhr masih
hidup ataukah telah wafat?! Perlu diketahui bahwa masalah ini menjadi polemik
panjang di kalangan ulama. Berikut perinciannya:
Pendapat
Pertama: Khidhr
Masih Hidup
Pendapat
ini dikuatkan oleh Ibnu Ash-Shalah dalam Fataawaa-nya (hal. 28), An-Nawawy
dalam Syarh Muslim (XVIII/275), Al-Qurthuby dalam Tafsiir-nya
(XI/41), As-Suyuthy dalam Fataawa-nya (II/139), Mula Al-Qary
dalam Al-Hadzar fii Amr Al-Khidhr, dan lain sebagainya.
Namun harus
diingat bahwa para ulama besar tersebut tatkala mereka menguatkan pendapat
bahwa Khidhr masih hidup bukan bermaksud untuk membangun
pemahaman-pemahaman Sufi yang sesat tentang Khidhr. Berbeda halnya dengan
orang-orang Sufi, mereka menjadikan keyakinan ini untuk membangun
kesesatan-kesesatan mereka.[17]
Adapun dalil-dalil
mereka sebagai berikut:
[a]
Adanya beberapa hadits tentang kekalnya Khidhr.
[b]
Adanya sebagian sahabat yang melihatnya seperti Ali bin Abi Thalib dan Umar bin
Al-Khaththab radhiyallahu anhuma.
[c]
Kisah-kisah yang banyak sekali, bahwa ada beberapa orang shalih bertemu dengan
Khidhr.
Adapun
sebab kekalnya Khidhr adalah karena beliau minum dari air kehidupan. Ceritanya,
tatkala Dzul Qarnain mencari air kehidupan, ternyata Khidhr telah
mendahuluinya. Dia minum air kehidupan dan mandi di mata air tersebut kemudian
shalat. Adapun Dzul Qarnain, ia tersesat jalan.
Pendapat
Kedua: Khidhr
Sudah Wafat
Pendapat
ini dikuatkan oleh Ibrahim Al-Harby, Al-Bukhary, Ibnu Al-Jauzy
sebagaimana dalam Al-Manaar Al-Muniif (hal. 67-68), Ibnu Taimiyyah
dalam Majmuu’ Al-Fataawa (XXVII/100), Ibn Al-Qayyim dalam Fawaa’id
Al-Hadiitsiyyah (hal. 81), Ibnu Katsiir dalam Tafsiir-nya
(V/184), Asy-Syinqithy dalam Adhwaa’ Al-Bayaan (IV/164), dan lain
sebagainya.
Adapun
dalil mereka sebagai berikut:
[a]
Firman Allah Ta’ala:
{وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍۢ
مِّن قَبْلِكَ ٱلْخُلْدَ ۖ أَفَإِي۟ن مِّتَّ فَهُمُ ٱلْخَٰلِدُونَ}
“Kami tidak
menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka
jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?” (Q.S.
Al-Anbiya’: 34)
Kata basyar
(manusia) adalah umum, mencakup Khidhr, karena tidak ada dalil yang shahih
untuk mengecualikannya dari keumuman.
[b] Sabda
Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
"أرأيتَكم
ليلتكم هذه, فإن رأسَ مائة سنة منها لا يبقى ممن هو على ظهر الأرض أحد"
“Tahukan
kalian tentang malam ini? Tidaklah ada yang tinggal di bumi ini seorang pun
sekarang yang telah melewati seratus tahun.” [18]
Keumuman
hadits ini mencakup Khidhr juga karena tidak ada yang mengecualikannya.
[c]
Seandainya Khidhr masih hidup, tentu akan dijelaskan secara gamblang dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits yang shahih.
[d] Seandainya
beliau masih hidup, bagaimana beliau lantas meninggalkan jihad dan tetap
tinggal di goa dan di tepi pantai?!
[e] Kalau
kita memilih pendapat yang kuat bahwa Khidhr adalah seorang Nabi,[19] maka seandainya beliau
masih hidup dan menjumpai Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tentunya
kewajiban beliau adalah beriman dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam.
Pendapat yang kuat adalah
pendapat yang kedua karena argumen-argumen yang mereka bawakan begitu kuat.
Adapun pendapat pertama adalah lemah karena dibangun di atas hadits-hadits
lemah dan kisah-kisah yang tidak bisa dibuktikan keotentikannya sebagaimana
yang telah kami jelaskan di muka.
Saudaraku, agungkanlah kebenaran dalam hatimu dan
janganlah pertahankan kesombongan bila memang telah jelas bagimu suatu
kesalahan, seperti ucapan salah seorang mereka: “Seandainya seribu orang
berilmu yang berpendapat matinya Khidhr mendebatku, aku tetap takkan mengikuti
pendapat mereka.”[20] Atau ucapan sebagian
mereka, “Barangsiapa yang mengatakan Khidhr telah meninggal maka aku akan
marah padanya.”[21]
Setelah kita mengetahui bahwa pendapat yang benar
adalah telah wafatnya Nabi Khidhr, lantas bagaimana menjawab akan cerita
orang-orang yang mengaku bertemu dengannya?!
Pertama: Koreksi
terlebih dahulu kebenaran cerita tersebut, karena sebagian cerita tersebut
adalah dusta dan sebagian lagi dibangun di atas prasangka belaka.[22]
Kedua: Anggaplah bahwa cerita
tersebut benar, tetapi darimana ia tahu bahwa orang tersebut adalah Khidhr?!
Bukankah tidak menutup kemungkinan bahwa orang tersebut adalah setan yang ingin
menyesatkan manusia?![23]
Ketiga: Anggaplah
bahwa memang mereka benar-benar bertemu Khidhr, lantas apakah berarti ada
ajaran-ajaran baru lagi yang diajarkan olehnya?! Bukankah syariat Islam ini
telah sempurna?! Bukankah ini sumber kebid’ahan dan kesesatan sehingga agama
ini menjadi bahan permainan?! Fikirkanlah!!
[1] Lihat hadits-hadits tersebut dalam Al-Maudhuu’aat
, Ibnul Jauzy (I/308-322)
[2] Lihat ta’liq Syaikh Mansyur bin Hasan terhadap
kitab Dzul Qarnain wa Sadd Ash-Shin karya Muhammad Raghib Ath-Thabbakh
(hal. 67)
[3] Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha’iifah (XII/38)
[4] Lihat Al-Maudhuu’aat, Ibnul Jauzy (I/317) dan Az-Zahr
An-Nadhir, Ibnu Hajar, hal. 127-128.
[5] Al-Manaar Al-Muniif, hal. 67
[6] Fawaa’id Al-Hadiitsiyyah, hal. 81
[7] AL-Bidayah wa An-Nihayah (I/373)
[8] Lihat Al-I’tibaar fi Haml Al-Asfaar, As-Suaidy
(hal. 34)
[9] Ittihaaf Sa’aadah Al-Muttaqiin (V/181)
[10] Al-Maqaashid Al-Hasanah, hal. 41
[11] Boleh dibaca Khadhir atau Khidhr, atau dengan alif
lam yaitu Al-Khadhir dan Al-Khidhr. (Lihat Tahdziib Al-Asmaa’ wa
Al-Lughaat, An-Nawawy (I/176)). Digelari demikian yang bermakna
hijau karena dia pernah duduk di rumput kering lalu tiba-tiba dari belakang ada goyangan sehingga menjadi hijau. (Lihat Fath
Al-Bary, Ibnu Hajar, (VI/309))
[12] Al-Futuuhaat Al-Makkiyyah (III/180)
[13] Ma’aarij Al-Albaab, hal. 44
[14] Lihat Al-Fikr Ash-Shuufiy fi Dhau’ Al-Kitaab wa
As-Sunnah, Syaikh Abdurrahman, hal. 133, dan Ushuul bi Laa Ushuul,
Muhammad bin Isma’il Al-Muqaddam, hal. 235-236.
[15] At-Tahdziir min Mukhtasharaat Ash-Shaabuuny fi
At-Tafsiir, Syaikh Bakr Abu Zaid, hal. 65
[16] Kitab-kitab yang membahas tentang Khidhr banyak
sekali.Lihat daftar judul kitab-kitab tersebut dalam ta’liq Syaikh
Masyhur terhadap kitab Dzul Qarnain (hal. 65-66), taqdim Syaikh
Shalah Maqbul Ahmad dalam Az-Zahr An-Nadhir (hal. 18-20), taqdim
Syaikh Muhammad Khair Ramadhan atas Al-Hadhar fii Amr Al-Khidhr (hal.
45-49).
[17] Lihat Ushuul bi Laa Ushuul, Muhammad bin Isma’il
Al-Muqaddam, hal 240.
[18] H.R. Al-Bukhary, no. 116, dan Muslim, no. 2537.
[19] Inilah pendapat mayoritas ulama dan pendapat yang kuat
dalam masalah ini bahwa Khidhr adalah Nabi. Lihat dalil-dalilnya secara luas
dalam Az-Zahr An-Nadhir fi Haal Al-Khidhr oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan
fatwa Syaikh Al-Albany yang dimuat di akhir kita Jaziirah Filikia wa
Khurafaat Atsar Al-Khidhr fiihaa karya Ahmad Al-Hushain, cet Dar
Salafiyyah-Kuwait dan Qamuus Al-Bida’ (hal. 529-536) kumpulan Syaikh
Masyhur bin Hasan Alu Salman.
Alangkah bagusnya ucapan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany tatkala
berkata, “Sebagian ulama besar kami mengatakan: Ikatan pertama untuk melepaskan
diri dari kekufuran adalah meyakini bahwa Khidhr adalah Nabi, karena
orang-orang zindiq menjadikan keyakinan Khidhr bukan Nabi sebagai jembatan
keyakinan mereka bahwa wali lebih utama daripada nabi, seperti ucapan sebagian
mereka (Ibnu Araby Ash-Shufy): ‘Kedudukan Nabi di alam Barzakh di atas
kerasulan dan di bawah wali.’”(Az-Zahr An-Nadhir, hal. 96)
[20] Jaami’ Karamah Al-Auliyaa, Yusuf An-Nabhaany, (I/521)
[21] Ad-Durar Al-Kaminah (II/249) dan Az-Zahr
An-Nadhir (hal. 208) karya Ibnu Hajar.
[22] Lihat Majmuu’ Al-Fataawa, Ibnu Taimiyyah
(XXVII/101-102)
[23] Lihat Ruuh Al-Ma’aaniy, Al-Alusy (XV/328) dan Al-Maudhuu’aat,
Ibnul Jauzy (I/3118)
------------------------------
Sumber: “Koreksi Hadit-hadits Dha’if Populer” karya Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi”
Diketik ulang oleh Hasan Al-Jaizy
No comments:
Post a Comment