Tuesday, March 12, 2013

Nabi Khidhr Masih Hidup?!



Banyak hadits yang disandarkan kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengenai cerita bahwa Khidhr masih hidup dan melakukan pertemuan dengan Nabi Yasa’, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu anhum, Umar bin Abdul Aziz rahimahullah dan sebagainya.[1] Berikut salah satu contohnya:

عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إنَّ الخَضرَ في البحر واليسع في البر, يجتمعان كل ليلة عند الردم الذي بناه ذو القرنين بين الناس وبين يأجوج ومأجوج, ويحجان أو يجتمعان كل عام, ويشربان من زمزم سربة تكفيهما إلى قابل."

Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Khidhr di lautan dan Yasa’ di daratan. Keduanya bertemu setiap malam di benteng yang dibangun oleh Dzul Qarnain untuk menghalangi manusia dari Ya’juj dan Ma’juj. Keduanya menunaikan haji atau bertemu setiap tahun. Dan keduanya minum air Zamzam yang mencukupi untuk tahu berikutnya.”
 

MAUDHU’ (PALSU). Diriwayatkan oleh Harits bin Abu Usamah dalam Musnadnya (II/866, no. 526) dari jalur Abdurrahim bin Waqid, dari Qasim bin Bahran, dari Abban, dari Anas bin Malik.

AL-Bushiry berkata dalam Ittihaaf Khiyarah Al-Maharah (IX/187), “Sanad ini lemah karena sebagian perawinya tidak dikenal.”

Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Al-Mathaalib Al-Aaliyah (III/278), “Lemah sekali!” Dalam Al-Ishaabah (II/432) dan Az-Zahr An-Nadhir (hal. 107), beliau menjelaskan sebabnya, “Abdurrahman dan Abaan adalah dua perawi yang ditinggalkan haditsnya.”

Demikian juga yang dikatakan oleh As-Suyuthy dalam Jam’ Al-Jawaami’ (I/194), beliau berkata juga dalam Ad-Durr Al-Mantsuur (IV/240), “Dikeluarkan oleh Harits dengan sanad yang lemah sekali, dari Anas.”

As-Sakhawy berkata dalam Al-Maqaashid Al-Hasanah (hal. 21), “Termasuk hadits yang lemah sekali tentang Khidhr adalah apa yang diriwayatkan oleh Harits dalam Musnad-nya, dari Anas, dari Nabi.” Ditambah lagi, di dalam sanadnya juga terdapat Qasim bin Bahran. Ia adalah seorang pendusta.[2]

Dan perlu ditegaskan bahwa semua hadits yang menjelaskan tentang masih hidupnya Nabi Khidhr, semuanya adalah tidak shahih sebagaimana ditandaskan oleh para ulama Ahli Hadits. Oleh karenanya, Syaikh Al-Albany berkomentar tentang hadits ini, “Hadits ini palsu! Sama halnya seperti semua hadits-hadits yang menjelaskan masih hidupnya Khidhr sebagaimana yang ditegaskan oleh para ulama peneliti seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.”[3]

Berikut komentar sebagian Ahli Hadits lainnya:

[1] Al-Hafidz Ibnul Munady rahimahullah berkata:
“Telah diriwayatkan dari Ahli Kitab bahwa Khidhr minum air kehidupan, namun ucapan mereka ini tidak dapat dipercaya. Seluruh riwayat tentang Khidhr adalah lemah.”[4]

[2] Al-Hafidz Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Seluruh hadits yang menyebutkan bahwa Khidhr masih hidup dan bertemu dengan Nabi Muhammad shallallahu alahi wa sallam, semuanya tidak ada yang shahih, satu hadits pun!”[5]
Di tempat lain beliau berkata:
“Telah datang beberapa hadits tentang masih hidupnya Khidhr, namun tak satu pun yang shahih. Seandainya bukan karena khawatir terlalu panjang, niscaya kami akan memaparkannya dan menjelaskan keadaan para perawinya.”[6]

[3] Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata, setelah menyebutkan riwayat dan cerita tentang masih hidupnya Khidhr:
“Semua hadits ini lemah sekali, tidak bisa dijadikan sandaran dalam beragama! Demikian juga cerita-cerita tidak luput dari kelemahan sanad!” Beliau melanjutkan, “Di dalam kitabnya, Ujalah Muntadhar fi Syarh Al-Haal Al-Khidhr, Abul Faraj Ibnul Jauzy rahimahullah telah mengupas hadits-hadits ini dan menjelaskan bahwa seluruhnya adalah maudhu (palsu). Demikian juga beliau menjelaskan kelemahan sanad atsar-atsar sahabat dan tabi’in dengan bagus sekali.”[7]

[4] Al-Hafidz Al-Iraqy rahimahullah berkata:
“Tidak ada yang shahih satu hadits pun tentang penetapan atau tidaknya pertemuan Khidhr dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, demikian juga tentang hidup dan matinya.”[8]

[5] Al-Hafidz Az-Zabidy rahimahullah berkata:
“Menurut Ahli Hadits, tidak ada satupun hadits yang shahih tentang pertemuan atau tidaknya Khidhr.”[9]

[6] Al-Hafidz As-Sakhawy rahimahullah setelah membawakan beberapa hadits lemah tentang hal ini, beliau berkata:
“Demikianlah pula hadits-hadits lainnya semuanya adalah lemah, baik yang marfu’ (sampai ke Nabi) ataukah tidak. Syaikhuna (Ibnu Hajar) memaparkannya secara panjang dalam Al-Ishaabah, bahkan tidak ada satu pun hadits shahih mengenainya.”[10]

Khidhr Dalam Dunia Sufi

Dalam dunia Sufi, sosok Khidhr[11] adalah sosok manusia yang sangat ajaib, dia hidup kekal nan abadi,  memiliki ilmu syari’at dan ilmu laduni, beridentitas wali bukan Nabi, dan yang paling unik dari klaim mereka adalah Khidhr dapat bertemu dengan para wali untuk mengajarkan ilmu-ilmu hakekat dan mengikat perjanjian dengan para penganut setia Sufi. Oleh karenanya,  tidak aneh bila kita mendapati dongeng-dongeng para tokoh Sufi seperti Ibnu Araby[12] dan Asy-Sya’rany[13] yang bercerita bahwa mereka bertemu dengan Khidhr.

Walhasil, sosok Khidhr seakan menjadi sebuah khurafat yang mirip cerita Superman yang dapat terbang ke setiap tempat dan bertemu dengan para handai taulan di setiap negara, lalu mengajarkan berbagai bentuk ibadah dan dzikir-dzikir!!! Setelah itu, maka jangan tanya lagi tentang kebid’ahan dan kerusakan yang disebabkan keyakinan nyeleneh tersebut.[14]

Bila kita telusuri lebih lanjut akar permasalahan kebobrokan kaum Sufi dalam masalah ini, niscaya akan kita dapati bahwa sumbernya adalah keyakinan bahwa Khidhr adalah seorang wali dan dia masih hidup abadi. Dua keyakinan ini telah mampu menjerumuskan manusia kepada bencana, prasangka dusta dan kerancuan yang tidak dapat diterima akal dan agama, seperti anggapan mereka bahwa wali lebih utama daripada Nabi, dan klaim bahwa si fulan bisa bertemu dengan Khidhr dan mendapati ajaran ini dan itu, adanya ilmu laduni, ilmu zhahir dan bathin, dan lain sebagainya.[15]

Apakah Nabi Khidhr Masih Hidup?

Pembahasan tentang Khidhr cukup melebar, telah dibahas oleh para ulama secara detail dan luas,[16] hanya saja di sini kami akan memfokuskan tentang masalah apakah Khidhr masih hidup ataukah telah wafat?! Perlu diketahui bahwa masalah ini menjadi polemik panjang di kalangan ulama. Berikut perinciannya:

Pendapat Pertama: Khidhr Masih Hidup

Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Ash-Shalah dalam Fataawaa-nya (hal. 28), An-Nawawy dalam Syarh Muslim (XVIII/275), Al-Qurthuby dalam Tafsiir-nya (XI/41), As-Suyuthy dalam Fataawa-nya (II/139), Mula Al-Qary dalam Al-Hadzar fii Amr Al-Khidhr, dan lain sebagainya.

Namun harus diingat bahwa para ulama besar tersebut tatkala mereka menguatkan pendapat bahwa Khidhr masih hidup bukan bermaksud untuk membangun pemahaman-pemahaman Sufi yang sesat tentang Khidhr. Berbeda halnya dengan orang-orang Sufi, mereka menjadikan keyakinan ini untuk membangun kesesatan-kesesatan mereka.[17]

Adapun dalil-dalil mereka sebagai berikut:

[a] Adanya beberapa hadits tentang kekalnya Khidhr.
[b] Adanya sebagian sahabat yang melihatnya seperti Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu anhuma.
[c] Kisah-kisah yang banyak sekali, bahwa ada beberapa orang shalih bertemu dengan Khidhr.

Adapun sebab kekalnya Khidhr adalah karena beliau minum dari air kehidupan. Ceritanya, tatkala Dzul Qarnain mencari air kehidupan, ternyata Khidhr telah mendahuluinya. Dia minum air kehidupan dan mandi di mata air tersebut kemudian shalat. Adapun Dzul Qarnain, ia tersesat jalan.

Pendapat Kedua: Khidhr Sudah Wafat

Pendapat ini dikuatkan oleh Ibrahim Al-Harby, Al-Bukhary, Ibnu Al-Jauzy sebagaimana dalam Al-Manaar Al-Muniif (hal. 67-68), Ibnu Taimiyyah dalam Majmuu’ Al-Fataawa (XXVII/100), Ibn Al-Qayyim dalam Fawaa’id Al-Hadiitsiyyah (hal. 81), Ibnu Katsiir dalam Tafsiir-nya (V/184), Asy-Syinqithy dalam Adhwaa’ Al-Bayaan (IV/164), dan lain sebagainya.

Adapun dalil mereka sebagai berikut:

[a] Firman Allah Ta’ala:

{وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍۢ مِّن قَبْلِكَ ٱلْخُلْدَ ۖ أَفَإِي۟ن مِّتَّ فَهُمُ ٱلْخَٰلِدُونَ}

“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?” (Q.S. Al-Anbiya’: 34)

Kata basyar (manusia) adalah umum, mencakup Khidhr, karena tidak ada dalil yang shahih untuk mengecualikannya dari keumuman.

[b] Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

"أرأيتَكم ليلتكم هذه, فإن رأسَ مائة سنة منها لا يبقى ممن هو على ظهر الأرض أحد"

“Tahukan kalian tentang malam ini? Tidaklah ada yang tinggal di bumi ini seorang pun sekarang yang telah melewati seratus tahun.” [18]

Keumuman hadits ini mencakup Khidhr juga karena tidak ada yang mengecualikannya.

[c] Seandainya Khidhr masih hidup, tentu akan dijelaskan secara gamblang dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits yang shahih.

[d] Seandainya beliau masih hidup, bagaimana beliau lantas meninggalkan jihad dan tetap tinggal di goa dan di tepi pantai?!

[e] Kalau kita memilih pendapat yang kuat bahwa Khidhr adalah seorang Nabi,[19] maka seandainya beliau masih hidup dan menjumpai Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tentunya kewajiban beliau adalah beriman dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Pendapat yang kuat adalah pendapat yang kedua karena argumen-argumen yang mereka bawakan begitu kuat. Adapun pendapat pertama adalah lemah karena dibangun di atas hadits-hadits lemah dan kisah-kisah yang tidak bisa dibuktikan keotentikannya sebagaimana yang telah kami jelaskan di muka.

Saudaraku, agungkanlah kebenaran dalam hatimu dan janganlah pertahankan kesombongan bila memang telah jelas bagimu suatu kesalahan, seperti ucapan salah seorang mereka: “Seandainya seribu orang berilmu yang berpendapat matinya Khidhr mendebatku, aku tetap takkan mengikuti pendapat mereka.”[20] Atau ucapan sebagian mereka, “Barangsiapa yang mengatakan Khidhr telah meninggal maka aku akan marah padanya.”[21]

Setelah kita mengetahui bahwa pendapat yang benar adalah telah wafatnya Nabi Khidhr, lantas bagaimana menjawab akan cerita orang-orang yang mengaku bertemu dengannya?!

Pertama: Koreksi terlebih dahulu kebenaran cerita tersebut, karena sebagian cerita tersebut adalah dusta dan sebagian lagi dibangun di atas prasangka belaka.[22]

Kedua: Anggaplah bahwa cerita tersebut benar, tetapi darimana ia tahu bahwa orang tersebut adalah Khidhr?! Bukankah tidak menutup kemungkinan bahwa orang tersebut adalah setan yang ingin menyesatkan manusia?![23]

Ketiga: Anggaplah bahwa memang mereka benar-benar bertemu Khidhr, lantas apakah berarti ada ajaran-ajaran baru lagi yang diajarkan olehnya?! Bukankah syariat Islam ini telah sempurna?! Bukankah ini sumber kebid’ahan dan kesesatan sehingga agama ini menjadi bahan permainan?! Fikirkanlah!!


[1] Lihat hadits-hadits tersebut dalam Al-Maudhuu’aat , Ibnul Jauzy (I/308-322)

[2] Lihat ta’liq Syaikh Mansyur bin Hasan terhadap kitab Dzul Qarnain wa Sadd Ash-Shin karya Muhammad Raghib Ath-Thabbakh (hal. 67)

[3] Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha’iifah (XII/38)

[4] Lihat Al-Maudhuu’aat, Ibnul Jauzy (I/317) dan Az-Zahr An-Nadhir, Ibnu Hajar, hal. 127-128.

[5] Al-Manaar Al-Muniif, hal. 67

[6] Fawaa’id Al-Hadiitsiyyah, hal. 81

[7] AL-Bidayah wa An-Nihayah (I/373)

[8] Lihat Al-I’tibaar fi Haml Al-Asfaar, As-Suaidy (hal. 34)

[9] Ittihaaf Sa’aadah Al-Muttaqiin (V/181)

[10] Al-Maqaashid Al-Hasanah, hal. 41

[11] Boleh dibaca Khadhir atau Khidhr, atau dengan alif lam yaitu Al-Khadhir dan Al-Khidhr. (Lihat Tahdziib Al-Asmaa’ wa Al-Lughaat, An-Nawawy (I/176)). Digelari demikian yang bermakna hijau karena dia pernah duduk di rumput kering lalu tiba-tiba dari belakang  ada goyangan sehingga menjadi hijau. (Lihat Fath Al-Bary, Ibnu Hajar, (VI/309))

[12] Al-Futuuhaat Al-Makkiyyah (III/180)

[13] Ma’aarij Al-Albaab, hal. 44

[14] Lihat Al-Fikr Ash-Shuufiy fi Dhau’ Al-Kitaab wa As-Sunnah, Syaikh Abdurrahman, hal. 133, dan Ushuul bi Laa Ushuul, Muhammad bin Isma’il Al-Muqaddam, hal. 235-236.

[15] At-Tahdziir min Mukhtasharaat Ash-Shaabuuny fi At-Tafsiir, Syaikh Bakr Abu Zaid, hal. 65

[16] Kitab-kitab yang membahas tentang Khidhr banyak sekali.Lihat daftar judul kitab-kitab tersebut dalam ta’liq Syaikh Masyhur terhadap kitab Dzul Qarnain (hal. 65-66), taqdim Syaikh Shalah Maqbul Ahmad dalam Az-Zahr An-Nadhir (hal. 18-20), taqdim Syaikh Muhammad Khair Ramadhan atas Al-Hadhar fii Amr Al-Khidhr (hal. 45-49).

[17] Lihat Ushuul bi Laa Ushuul, Muhammad bin Isma’il Al-Muqaddam, hal 240.

[18] H.R. Al-Bukhary, no. 116, dan Muslim, no. 2537.

[19] Inilah pendapat mayoritas ulama dan pendapat yang kuat dalam masalah ini bahwa Khidhr adalah Nabi. Lihat dalil-dalilnya secara luas dalam Az-Zahr An-Nadhir fi Haal Al-Khidhr oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan fatwa Syaikh Al-Albany yang dimuat di akhir kita Jaziirah Filikia wa Khurafaat Atsar Al-Khidhr fiihaa karya Ahmad Al-Hushain, cet Dar Salafiyyah-Kuwait dan Qamuus Al-Bida’ (hal. 529-536) kumpulan Syaikh Masyhur bin Hasan Alu Salman.
Alangkah bagusnya ucapan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany tatkala berkata, “Sebagian ulama besar kami mengatakan: Ikatan pertama untuk melepaskan diri dari kekufuran adalah meyakini bahwa Khidhr adalah Nabi, karena orang-orang zindiq menjadikan keyakinan Khidhr bukan Nabi sebagai jembatan keyakinan mereka bahwa wali lebih utama daripada nabi, seperti ucapan sebagian mereka (Ibnu Araby Ash-Shufy): ‘Kedudukan Nabi di alam Barzakh di atas kerasulan dan di bawah wali.’”(Az-Zahr An-Nadhir, hal. 96)

[20] Jaami’ Karamah Al-Auliyaa, Yusuf An-Nabhaany, (I/521)

[21] Ad-Durar Al-Kaminah (II/249) dan Az-Zahr An-Nadhir (hal. 208) karya Ibnu Hajar.

[22] Lihat Majmuu’ Al-Fataawa, Ibnu Taimiyyah (XXVII/101-102)

[23] Lihat Ruuh Al-Ma’aaniy, Al-Alusy (XV/328) dan Al-Maudhuu’aat, Ibnul Jauzy (I/3118)




------------------------------

Sumber: “Koreksi Hadit-hadits Dha’if Populer” karya Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi”
Diketik ulang oleh Hasan Al-Jaizy

No comments:

Post a Comment