Friday, February 15, 2013

HADITS PALSU POPULER: 007 Umur Dunia


Hadits:

الدُنْيَا كُلُّها سَبْعَةُ أَيَّامٍ مِنْ أَيَّام الآخرَة, وَذَلِكَ قَوْلُ اللهِ تَعَالَى:

(وَإِنَّ يَوْمًا عِندَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍۢ مِّمَّا تَعُدُّونَ)

“Dunia itu semuanya tujuh hari dari hari-hari akhirat, itulah firman Allah, “Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (Q.S. Al-Hajj: 47)

MAUDHU’ (PALSU). Diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam Ar-Ruba’iyyat (I/172), As-Suhamy dalam Taarikh Jurjan (no.99), dan Ad-Dailamy (II/149): dari Umar bin Yahya bin Nafi’, dari Ala’ bin Zaidal, dari Anas secara marfu’.
Hadits ini maudhu’, sebab Ala bin Zaidal adalah pemalsu hadits sebagaimana yang dikatakan oleh Ali Ibn Al-Madiny. Adapun Umar bin Yahya bin Nafi’, saya tidak mengetahui perihalnya.

Hadits ini dicantumkan oleh Ibnul Jauzy dalam kitab Al-Maudhuu’aat, lalu berkomentar, “Hadits ini maudhu’ (palsu), yang tertuduh adalah Ala bin Zaidal.”

As-Sakhawy mengatakan, “Ibnu Katsir menegaskan bahwa hadits ini tidak shahih.” Katanya juga, Demikian pula hadits-hadits tentang pembatasan hari Kiamat secara pasti, semuanya tidak shahih sanadnya.[1]

Dari segi matan, hadits ini juga bathil. Karena kenyataan telah membuktikan kebathilan hadits-hadits yang berkaitan tentang penentuan umur umat yang dihitung dengan hitungan tahun. Bagaimana mungkin bagi manusia untuk menentukan dengan waktu seperti ini yang berkonekuensi penentuan waktu tibanya hari Kiamat??!!

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah berkata, “Termasuk tanda-tanda hadits palsu adalah menyelisihi ketegasan Al-Qur’an seperti hadits tentang umur dunia. Ini jelas termasuk kedustaaan yang amat nyata! Sebab, seandainya shahih, berarti setiap orang bisa tahu tentang kapan terjadinya Kiamat, padahal Allah telah berfirman,

Tuesday, February 12, 2013

Hadits Shahih Lidzaatih


Hadits Shahih Lidzaatih adalah:

ما رواه عدل تام الضبط بسند متصل، وسلم من الشذوذ والعلة القادحة

“Apa yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang adil dan memiliki hafalan sempurna dengan sanad bersambung serta selamat dari syadz dan cacat yang berat.”


A. Al-Adaalah (keadilan) adalah istiqamah (konsistensi) dalam agama dan muruu’ah

Istiqamah dalam agama artinya menunaikan berbagai kewajiban dan meninggalkan berbagai keharaman yang dapat membuat seseorang menjadi fasik.

Istiqamah  dalam hal muruu’ah artinya memiliki adab dan akhlak yang dipuji manusia serta meninggalkan adab dan akhlak yang dicela manusia.

Sifat adaalah seorang perawi dapat diketahui dengan ketenaran akan sifat keadilan yang ia miliki. Misalnya para imam yang telah terkenal akan sifat adaalah-nya seperti Malik, Ahmad, Al-Bukhary, dan semisalnya. Demikian juga hal itu dapat diketahui dari pernyataan tegas seorang imam hadits yang ucapannya menjadi sandaran dalam hal itu.

Sunday, February 10, 2013

Keterputusan Sanad dan Beragam Jenisnya


Definisi

Keterputusan sanad (منقطع السند) adalah hadits yang sanadnya tidak bersambung.
Salah satu syarat hadits shahih dan hasan adalah sanadnya bersambung.

Berbagai Jenis Keterputusan Sanad

Keterputusan sanad terbagi menjadi 4 macam, yaitu mursal, mu’allaq, mu’dhal, dan munqathi’.

Mursal adalah hadits yang sanadnya diangkat (di-rafa’-kan oleh seorang sahabat atau tabi’in langsung kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam padahal dia tidak mendengarnya dari beliau).

Mu’allaq adalah hadits yang dihapus permulaan sanadnya. Kadang yang yang dimaksud adalah hadits yang seluruh sanadnya dihapus, misalnya ucapan Al-Bukhary:

وكان النبي صلّى الله عليه وسلّم يذكر الله في كل أحيانه

“Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaannya.”

Beberapa Faedah Hadits Ahad


Hadits-hadits ahad selain yang berderajat dha’if memiliki faedah-faedah sebagai berikut:

Pertama, menunjukkan dugaan kuat (zhann), yaitu dugaan terkuat akan keabsaan penisbatan hadits tersebut kepada orang yang menjadi sumber penukilan. Hal itu berbeda-beda sesuai dengan derajatnya. Hadits ahad bisa juga memberikan faedah ilmu (yaqiin) jika memiliki berbagai indikasi (qaraa’in) yang menguatkan hal itu dan dikuatkan oleh dalil pokok (yaitu Al-Qur’an atau hadits shahih).

Kedua, mengamalkan kandungannya, yaitu dengan membenarkannya jika berupa berita dan menerapkannya (melaksanakannya) jika berupa tuntutan.
Adapun hadits dha’if, maka tidak memberikan faedah zhann, tidak dapat diamalkan, tidak boleh dianggap sebagai dalil, tidak boleh disampaikan kecuali jika disertai penjelasan akan kelemahannya. Namun hadits dha’if boleh disampaikan dalam perkara targhiib (anjuran) dan tarhiib (enakut-nakuti). Sekelompok ulama bersikap toleran dalam hal tersebut dengan memberi 3 syarat berikut:

Sifat Rasulullah Dalam Injil!


Ibnu Ishaq berkata: “Di antara berita yang sampai kepadaku tentang sifat-sifat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang dijelaskan Nabi Isa bin Maryam di dalam Injil kepada Ahli Injil yang telah disebutkan oleh Yohannes, salah seorang Hawary yang menyalin Injil dari zaman Isa bin Maryam, bahwasanya ia berkata:

“Barangsiapa membuatku marah, berarti ia telah membuat Allah murka. Sekiranya aku tidak melakukan beberapa perkara di hadapan mereka yang tidak pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumku niscaya mereka tidak jatuh dalam kesalahan. Tetapi ada beberapa ayat yang mereka tolak sementara mereka mengira telah mengalahkanku dan mengalahkan Ar-Rabb! Tetapi firman ilahi di dalam Namus ini harus disempurnakan. Mereka marah kepadaku secara keji karena kedatangan seorang Al-Munhamanna yang diutus Allah kepada jalian. Ruhul Quds (Jibril) yang berada di sisi Allah telah keluar, dia akan menjadi saksi atas diriku dan atas diri kalian juga. Sebab dahulu kalian selalu menyertaiku.  Hal ini kukatakan kepada kalian agar kalian tak ragu!” (Silahkan lihat INJIL YOHANA 15: 23-26

Al-Munhanmanna dalam bahasa Siryaniyyah berarti Muhammad, dalam bahasa Romawi disebut Al-Baraqliths.

------------------------------------

Sumber: Tahdziib Sirah Nabawiyyah Ibnu Hisyam, Abdus Salam Harun
diterjemahkan oleh Abu Ihsan Al-Atsary
ditulis ulang oleh Hasan Al-Jaizy

Saturday, February 9, 2013

HADITS DHA’IF & MAUDHU’ : 006 Debu dan Asma


تنكبوا الغبار فإنه منه تكون النسمة

“Hindarilah debu, karena darinyalah timbulnya penyakit asma.”

Saya (Al-Albany) tidak mengetahui adanya sumber untuk hadits ini.

Ibn Al-Atsir menyebutnya dalam kitab An-Nihayah materi Nasama dan ia katakan sebagai hadits. Namun, saya tidak mengetahui sumber aslinya secara marfu’ (sampai sanadnya kepada Rasulullah).

Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat Al-Kubra VIII/98 meriwayatkan bahwa Abdullah bin Shalih Al-Mashry berkata, dari Harmalah bin Imran tentang apa yang diceritakan kepada mereka dari Ibn Sindir budak Nabi shallallahu alaihi wa sallam, berkata: “Suatu hari, datanglah Amr bin  Al-Ash dan Ibnu Sindir telah bersama sekelompok orang. Tiba-tiba ia (Ibnu Sindir) dan bersama lainnya berjalan di depan Amr bin Al-Ash sehingga menebarkan debu. Amr pun kemudian mengulurkan imamah (surban) nya seraya menutupi hidungnya dan berkata, “Hati-hatilah kalian terhadap debu karena itu merupakan sesuatu yang sangat mudah masuk dan paling sulit keluarnya. Bila debu telah masuk menembus paru-paru, maka timbullah penyakit asma.””

HADITS DHA’IF & MAUDHU’ : 005 Meninggalkan Sesuatu Karena Allah


Hadits:

ما ترك عبد شيئا لله لا يتركه إلا لله إلا عوضه منه ما هو خير له فى دينه ودنياه

“Tidaklah seorang hamba meninggalkan sesuatu karena Allah dan ia tidak meninggalkannya kecuali karena Allah kecuali Allah menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya dalam urusan agama serta keduniaannya.”

MAUDHU’ dengan lafadz di atas.

Saya (Al-Albany) sendiri pernah mendengar kata-kata tersebut diutarakan oleh seorang tokoh yang tengah mengisi acara di radio Damaskus pada bulan Ramadhan.

Abu Nu’aim telah mengutarakannya di Hilyat Al-Auliyaa’ (2/196) yang beliau katakan setelahnya, “Hadits ini ghariib.”

Juga Ad-Dailamy mengutarakannya dalam Al-Gharaaib Al-Multaqathah (4/27). Kesemuanya dari jalur Abdullah bin Sa’d Ar-.

Jenis Hadits Ahad Berdasarkan Jalur Periwayatannya


Berdasarkan jalur periwayatannya, hadits ahad terbagi menjadi 3 jenis, yaitu masyhur, aziz dan gharib.

1. Masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang perawi atau lebih, tetapi tidak sampai kepada derajat mutawatir. Contohnya adalah sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam:

المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده

“Seorang muslim tidaklah mengganggu kaum muslimin dengan lisan dan tangannya.”

2. Aziz adalah hadits yang hanya diriwayatkan oleh dua orang perawi. Contohnya adalah sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam:

Friday, February 8, 2013

Apa Itu 'Mutawaatir'?

Mutawaatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang berjumlah banyak dan mereka mustahil berdusta (dalam menyampaikannya) serta mereka menyandarkan hadits tersebut kepada sesuatu yang dapat diindera.

Hadits mutawaatir terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Hadits yang memiliki lafadz dan makna mutawaatir

b. Hadits yang memiliki makna mutawaatir

Hadits yang memiliki lafadz dan makna mutawaatir adalah hadits yang para perawinya meriwayatkan lafadz dan makna yang sama. Contohnya adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

من كذب عليَّ مُتعمداً فليتبوَّأ مقعدَه من النار

“Barangsiapa berdusta atas nama diriku dengan sengaja, hendaknya ia menempati tempat duduknya dari api neraka.”

Lebih dari 60 orang sahabat meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, di antaranya adalah 10 sahabat yang telah diberi kabar gembira dengan surga (dalam satu rangkaian hadits). Dan begitu pula banyak orang meriwayatkan hadits ini dari mereka.

Abu Bakar, Nama dan Keislamannya


Nama asli Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anh adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr.[1] Fihr ini tidak lain adalah Quraisy.

Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anh menyatakan, “Allah Ta’ala menurunkan nama untuk Abu Bakar dari langit, yaitu Ash-Shiddiiq.” Ali sendiri bersumpah akan pernyataannya ini.[2]

Dari Abu Darda’ radhiyallahu anh, ia bercerita, “Ketika aku sedang duduk-duduk bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tampak Abu Bakar datang sambil mengangkat bagian bawah pakaiannya hingga lututnya kelihatan. Melihat hal itu, Nabi berkomentar, “Temanmu ini (yaitu Abu Bakar) habis bertengkar.”

Tidak lama kemudian, Abu Bakar mengucapkan salam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya antara diriku dan Ibn Al-Khaththab (Umar) terjadi suatu masalah kecil. Aku buru-buru memarahinya tadi, tetapi aku pun menyesalinya. Karena itulah aku meminta maaf kepadanya, namun ia menolak. Karena itu pula, aku datang menemuimu (untuk mengadukan masalah ini).”

Beliau shallallahu alaihi wa sallam lalu bersabda:

Abu Bakar dan Wafatnya Rasulullah




Ketika kabar wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anh baru datang dari Sanh, sebuah daerah dekat Madinah dan di tempat itulah istri Abu Bakar radhiyallahu anh, Habibah binti Kharijah tinggal. Kemudian, ia membuka penutup wajah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mencium kening beliau seraya berkata, “Ayah dan ibuku sebagai tebusan, engkau adalah orang suci baik ketika masih hidup maupun setelah wafat.”

Abu Bakar menutup wajah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kemudian berdiri dan naik ke atas mimbar, lalu menyadarkan orang-orang:

مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ، وَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ يَعْبُدُ اللهَ فَإِنَّ اللهَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ

“Barangsiapa di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwasanya Muhammad telah meninggal. Dan barangsiapa di antara kalian yang menyembah Allah, maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Hidup, takkan pernah mati.”

Lalu, ia membacakan firman Allah:

Thursday, February 7, 2013

HADITS DHA’IF & MAUDHU’ : 004 Bincang Di Masjid Gerogoti Pahala?


Hadits:


الحديث فى المسجد يأكل الحسنات كما تأكل البهائم الحشيش

“Berbincang-bincang dalam masjid itu menggerogoti pahala-pahala seperti binatang ternak memakan rerumputan.”

Hadits di atas tidak ada sumbernya. Al-Ghazaly meriwayatkannya dalam kitab Ihya Uluum Ad-Diin I/136, namun Al-Hafidz Al-Iraqy mengatakan:

لم أقف له على أصل

“Aku tidak mendapatkannya dari sumber aslinya.”

Abdul Wahhab bin Taqiyuddin As-Subky dalam kitab Thabaqaat Asy-Syaafi’iyyah IV/145-147 mengatakan:

لم أجد له إسنادا

Tentang Abdullah, Bapaknya Rasulullah


Dia adalah bapak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Abdullah adalah anak Abdul Muththalib yang paling bagus dan paling dicintainya. Abdullah inilah yang mendapat undian untuk disembelih dan dikorbankan sesuai dengan nadzar Abdul Muththalib. Ringkasnya, tatkala anak-anaknya sudah berjumlah sepuluh orang dan tahu bahwa ia tak lagi mempunyai anak, maka dia memberitahukan nadzar yang pernah diucapkannya kepada anak-anaknya. Ternyata mereka patuh. Kemudian dia menulis nama-nama mereka di anak panah untuk diundi, lalu diserahkan ke patung Hubal. Setelah anak-anak panah itu dikocok, keluarlah nama Abdullah. Maka Abdul Muththalib menuntun Abdullah sambil membawa parang, berjalan menuju Ka’bah untuk menyembelih anaknya itu. Namun orang-orang Quraisy mencegahnya, terutama paman-pamannya dari pihak ibu dari Bani Makhzum dan saudaranya Abu Thalib.

“Kalau begitu apa yang harus kulakukan sehubungan nazarku ini?” tanya Abdul Muththalib kebingungan.

Mereka mengusulkan untuk menemui seorang dukun perempuan. Maka ia menemuinya. Sesampainya di tempat dukun itu, dia diperintah untuk mengundi Abdullah dengan 10 ekor unta. Jika yang keluar nama Abdullah, maka dia harus menambahi lagi dengan 10 ekor unta, hingga Tuhan ridha. Jika yang keluar nama unta, maka unta-unta itulah yang disembelih. Maka dia keluar dari tempat dukun wanita itu dan mengundi antara nama Abdullah dan 10 ekor unta.

Nasab Nabi



Ada tiga bagian tentang nasab Nabi shallallahu alaihi wa sallam:


1. Bagian yang disepakati kebenarannya oleh para pakar biografi dan nasab, yaitu sampai Adam.
2. Bagian yang mereka perselisihkan, yaitu antara nasab yang tidak diketahui secara pasti dan nasab yang harus dibicarakan, tepatnya Adnan ke atas hingga Ibrahim alaihissalam.
3. Bagian yang sama sekali tidak kita ragukan bahwa di dalamnya ada hal-hal yang tidak benar, yaitu Ibrahim ke atas hingga Adnan.

Bagian Pertama: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib (yang namanya Syaibah) bin Hasyim (yang namanya Amru) bin Abdu Manaf (yang namanya Al-Mughirah) bin Qushay (yang namanya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (yang berjuluk Quraisy dan menjadi cikal bakal nama kabilah) bin Malik bin An-Nadhr (yang namanya Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (yang namanya Amir) bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.[1]

Bagian kedua: Adnan dan seterusnya, yaitu Ud, bin Hamaisa’ bin Salaman bin Aush bin Bauz bin Qimwal bin Ubay bin Awwam bin Nasyid bin Haza bin Baldas bin Yadlaf bin Thabikh bin Jahim bin Nahisy bin Makhy bin Aidh bin Abqar bin Ubaid bin Ad-Da’a bin Hamdan bin Sinbar bin Yatsriby bin Yahzan bin Yalhan bin Ar’awy bin Aidh bin Daisyan bin Aishar bin Afnad bin Aiham bin Muqshir bin Nahits binZarih bin Sumay bin Muzay bin Iwadhah bin Aram bin Qaidar bin Isma’il bin Ibrahim.[2]

Bagian Ketiga: Ibrahim dan seterusnya, yaitu bin Tarih (yang namanya Azar), bin Nahur bin Saru’ atau Sarugh bin Ra’u bin Falakh bin Aibar bin Syalakh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nih alaihissalam bin Lamk bin Matausyalakh bin Akhnukh bin Idris alaihissalam bin Yard bin Mahla’il bin Qainan bin Yanisha bin Syaits bin Adam alaihissalam.


[1] Sirah An-Nabawiyyah, Ibnu Hisyam, 1/1-2; Rahmah li Al-Aalamiin, 2/11-14, 52
[2] Al-Allamah Muhammad Sulaiman Al-Manshurfury telah menghimpun bagian dari nasab ini berdasarkan riwayat Al-Kalby dan Ibnu Sa’ad, setelah mengadakan penelitian yang mendetail. Lihat Rahmah li Al-Aalamiin, 2/14-17. Ada perbedaan pendapat yang mencolok tentang masalah ini di berbagai referensi sejarah.

Sumber: Ar-Rahiiq Al-Makhtuum, Syaik Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury\
Penerjemah: Kathur Suhardi

ditulis dan ditata ulang oleh Hasan Al-Jaiyz

Wednesday, February 6, 2013

Peristiwa Penggalian Sumur Zamzam



Ketika Abdul Muththalib (kakek Nabi Muhammad) tidur di Hijir Ismail, ia bermimpi diperintah untuk menggali sumur Zamzam. Abdul Muththalib menuturkan kisahnya. Begini kisahnya:

“Ketika aku sedang tidur di Hijir Ismail, tiba-tiba dalam mimpi aku didatangi oleh seseorang dan berkata kepadaku: “Galilah Thiibah!”


“Apa itu Thiibah?” kataku. Kemudian orang itu menghilang!


Keesokan harinya aku kembali tidur di tempat semula. Dalm tidur aku kembali bermimpi didatangi seseorang dan berkata, “Galilah Madhhuunah!”

“Apa itu Madhuunah?” kataku. Ornag itu kembali menghilang.

Esoknya aku kembali tidur di situ. Dalam tidur aku bermimpi seperti malam kemarin. Seseorang datang kepadaku dan berkata, “Galilah Zamzam!”

“Apa itu Zamzam?” kataku.

“Yaitu sumur yang tiada terkuras habis dan tiada mengering, memberi minum para jama’ah haji yang datang berduyun-duyun. Letaknya di antara kotoran dan tanah[1], dekat patukan gagak a’sham[2],”sahutnya.

Cara Sejarawan Mendistorsi Sejarah


Cara Sejarawan Mendistorsi Sejarah

Berikut akan saya kemukakan beberapa cara atau metode yang digunakan para sejarawan dalam mendistorsi peristiwa-peristiwa penting seputar sejarah umat Islam.
1. Membuat-buat Cerita dan Berbohong
Para sejarawan mengarang kisah yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Contohnya, mereka menceritakan perihal Aisyah radhiyallahu anha yang bersujud syukur kepada Allah Ta’ala ketika menerima kabar tentang terbunuhnya Ali bin Abu Thalib radhiyallahu anh. Penuturan peristiwa ini bohong belaka.[1]
2. Menambah atau Mengurangi Suatu Kisah
Yang berbeda dalam hal ini adalah kisah yang disampaikan sahih, seperti peristiwa Saqifah. Cerita tentang Saqifah ini memang benar: Bahwasanya terjadi pertemuan antara Abu Bakr, Umar, dan Abu Ubaidah dari kalangan Muhajirin di satu sisi; dan Al-hubab bin Al-Mundzir, Sa’ad bin Ubadah, serta sahabat dari kalangan Anshar lainnya di sisi yang lain. Para sejarawan menambahkan atau mengurangi banyak hal dengan tujuan mendistorsi kejadian yang sebenarnya.
3. Menginterpretasi Suatu Kejadian secara Tidak Benar

Tuesday, February 5, 2013

HADITS PALSU POPULER: 006 Bualan Kaum Sufi


Hadits:

حَسْبي مِنْ سُؤَالِي عِلْمُهُ بِحَالِي


“Cukuplah pengetahuan-Nya tentang keadaanku dari permintaanku.”

TIDAK ADA ASALNYA! Ibnu Taimiyyah berkata, “Maudhu (palsu)!”[1] Sebagian orang sufi mengambil makna dari ucapan ini seraya berkata, “Permintaanmu kepada Allah adalah tuduhan buruk kepada-Nya!” Sungguh ini adalah kesesatan yang amat nyata! Apakah para Nabi alaihimussalam menuduh Allah yang bukan-bukan tatkala mereka meminta dan berdoa kepada-Nya?!

Lihatlah Nabi Ibrahim alaihissalam tatkala berkata:

رَّبَّنَآ إِنِّىٓ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجْعَلْ أَفْـِٔدَةًۭ مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِىٓ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ *** رَبَّنَآ إِنَّكَ تَعْلَمُ مَا نُخْفِى وَمَا نُعْلِنُ ۗ وَمَا يَخْفَىٰ عَلَى ٱللَّهِ مِن شَىْءٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِى ٱلسَّمَآءِ *** ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى وَهَبَ لِى عَلَى ٱلْكِبَرِ إِسْمَٰعِيلَ وَإِسْحَٰقَ ۚ إِنَّ رَبِّى لَسَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ *** رَبِّ ٱجْعَلْنِى مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ *** رَبَّنَا ٱغْفِرْ لِى وَلِوَٰلِدَىَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ ٱلْحِسَابُ

“Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishak. Sesungguhnya Rabb-ku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Rabb-ku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, ya Rabb kami, perkenankanlah doaku. Ya Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)".” (Q.S. Ibrahim: 37-41)

Kesimpulannya, ucapan dalam riwayat palsu di atas tidak pantas keluar dari seorang Muslim yang mengetahui kedudukan doa dalam agama Islam.[2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, (Riwayat itu) tidak memiliki sanad yang dikenal dan maknanya bathil!, bahkan telah shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma bahwa ia berkata, “Kalimat hasbiyallahu wa ni’mal wakiil (cukuplah Allah bagiku dan Dia adalah sebaik-baik wakil) diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika dibakar dengan api, dan dikatakan oleh Nabi Muhammad ketika sebagian orang berkata kepada beliau, ‘Sesungguhnya manusia telah berkumpul untuk memerangi kalian, maka takutlah kepada mereka.’[3]

Adapun permintaan Al-Khaliil (Nabi Ibrahim) kepada Allah, maka banyak sekali disebutkan dalam Al-Qur’an.”[4]


[1] Tanziih Syarii’ah, Ibnu Arraq, I/250
[2] Silsilah Adh-Dha’iifah, Muhammad Nashiruddin Al-Albany, no.21
[3] H.R. Al-Bukhary, no. 4563
[4] Qa’iidah Jaliilah fi At-Tawassul w Al-Wasiilah, hal. 58-59

------------------------------------------------------

Sumber: Koreksi Hadits-hadits Dha'if Populer, karya Ust. Abu Ubaidah As-Sidawy

ditulis ulang oleh Hasan Al-Jaizy

HADITS DHA’IF & MAUDHU’ : 003 Keteguhan Niat Luluhkan Gunung-gunung



همة الرجال تزيل الجبال

“Himmah (keteguhan niat) laki-laki dapat meluluhkan (menyingkirkan) gunung-gunung.”

Ini Bukan Hadits!

Syaikh Al-Ajluuny berkata dalam kitab Kasyf Al-Khafaa’:

لم أقف على أنه حديث ، لكن نقل بعضهم عن الشيخ أحمد الغزالي أنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : " همة الرجال تقلع الجبال "

“Aku tak menyatakannya sebagai hadits. Namun, ada sebagian ulama yang meriwayatkan dari Syaikh Ahmad Al-Ghazaly bahwa ia mengatakan: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda: “Himmah (keteguhan niat) laki-laki dapat meluluhkan (menyingkirkan) gunung-gunung.”

Saya (Al-Albany) telah merujuk dan meneliti seluruh kitab sunnah namun tidak saya dapati di dalamnya. Adapun apa yang diutarakan Syaikh Ahmad Al-Ghazaly tentang hadits tersebut tidaklah dapat dibuktikan dan tidak pula dibenarkan sebab ia bukan termasuk pakar hadits. Namun, ia seperti saudara kandungnya yakni Muhammad Al-Ghazaly, termasuk fuqahaa sufi. Dalam Ihyaa’ Uluum Ad-Diin ia memang banyak mengutarakan hadits dan menisbatkannya kepada Rasulullah. Tetapi oleh Al-Hafidz Al-Iraqy dan lainnya perkataan di atas dinyatakan tidak ada sumber asalnya.


-----------------------------

Sumber: Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha'iifah wa Al-Maudhuu'ah oleh Syaikh Al-Albany

ditulis ulang dan diringkas oleh Hasan Al-Jaizy



HADITS DHA’IF & MAUDHU’ : 002 Hanya Menambah Kejauhan dari Allah


من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر لم يزدد من الله إلا بعدا

“Barangsiapa shalatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, maka ia tidak menambah sesuatu pun dari Allah kecuali kejauhan.”

Hadits ini bathil!

Walaupun ia sangat dikenal dan sering menjadi pembicaraan, namun sanad maupun matannya tidak sahih.

Dari segi sanad:

Telah diriwayatkan oleh Ath-Thabrany dalam Al-Mu’jam Al-Kabiir (II/106/3), Al-Qudha’I dalam Musnad Asy-Syihaab (II/43), Ibnu Hatim dalam Tafsiir Ibn Katsiir (II/414) dan kitab Al-Kawaakib Ad-Daraary (I/2/83), dari jalur Laits, dari Thawus, dari Ibnu Abbas.

Ringkasnya, hadits tersebut sanadnya tidak sahih sampai kepada Rasulullah, tetapi hanya mauquuf (berhenti) sampai kepada Ibnu Mas’ud dan merupakan ucapannya. Juga hanya sampai kepada Ibnu Abbas. Karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Kitaab Al-Iimaan hal. 12 tidak menyebut-nyebut kecuali sebagai riwayat mauquuf yang hanya sampai kepada Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma.

Dari segi matan:

Matannya pun tidak sahih sebab zahirnya mencakup siapa saja yang mendirikan shalat dengan memenuhi syarat dan rukunnya. Padahal, syara’ tetap menghukuminya sebagai yang benar atau sah,kendatipun pelaku shalat tersebut masih suka melakukan perbuatan maksiat. Jadi, tidaklah benar bila dengannya (yakni shalat yang benar) justru akan menjauhkan pelakunya dari Allah Ta’ala. Ini sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak pula dibenarkan dalam syariat. Karena itu, Ibnu Taimiyyah mentakwil kata-kata “tidak menambahnya kecuali jauh dari Allah” jika yang ditinggalkannya itu merupakan kewajiban yang lebih agung dari yang dilakukannya. Dan ini berarti pelaku shalat tadi meninggalkan sesuayu sehingga shalatnya tidak sah, seperti rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Kemudian, tampaknya bukan shalat yang demikian (yakni yang sah dan benar menurut syara’) yang dimaksud dalam hadits mauquuf di atas.

------------------------------

Sumber: Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha'iifah wa Al-Maudhuu'ah oleh Syaikh Al-Albany

ditulis dan diringkas oleh Hasan Al-Jaizy

HADITS DHA’IF & MAUDHU’ : 001 Agama Adalah Akal



الدين هو العقل ، ومن لا دين له لا عقل له

“Agama adalah akal. Siapa yang tidak memiliki agama, tidak ada akal baginya.”

Hadits ini bathil!

Diriwayatkan oleh An-Nasa’I dari Abu Malik Bisyr bin Ghalib. Kemudian ia berkata,

هذا حديث باطل منكر

“Hadits ini adalah bathil munkar”

Menurut saya (Al-Albany), kelemahan hadits tersebut terletak pada seorang sanadnya bernama Bisyr. Dia majhul (asing/tak dikenal) sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Uzdy dan dikuatkan oleh Adz-Dzahaby dalam kitab Miizaan Al-I’tidaal fi Naqd Ar-Rijaal juga Al-Atsqalaany dalam kitab Lisaan Al-Miizaan.

Al-Haarits bin Abu Usamah telah meriwayatkannya di Musnad-nya dari Daud bin Al-Muhbir sekian dari 30 hadits tentang keutamaan akal, yang mana Ibnu Hajar berkata:

كلها موضوعة

“Semuanya maudhu’ (palsu).”

Ahmad berkata tentang Daud:

كان لا يدري ما الحديث

“Dia tidak mengerti apa itu hadits.”

Ad-Daaruquthny menegaskan bahwa ia adalah seorang yang matruuk.

Satu hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwasanya semua riwayat/hadits yang menyatakan keutamaan akal tidak ada yang sahih. Semua berkisar antara dha’if dan maudhu’. Saya telah menelusuri semua riwayat tentang masalah keutamaan akal tersebut dari awal. Di antaranya apa yang diutarakan oleh Abu Bakr bin Abid Dunya dalam kitab Al-Aql wa Fadhluh. Di situ saya dapati ia menyebutkan:

لا يصح منها شيء

“Tidak ada yang sahih darinya (riwayat).”

Kemudian Ibnul Qayyim dalam Al-Manaar hal. 25 menegaskan:

أحاديث العقل كلها كذب

“Hadits-hadits yang berkenaan dengan akal semuanya adalah dusta belaka.”

----------------------------

Sumber: Silsilah Al-Ahaadiits Adh-Dha'iifah wa Al-Maudhuu'ah oleh Syaikh Al-Albany

ditulis ulang dan diringkas oleh Hasan Al-Jaizy